Absen Nomor 13

Derap langkah seorang gadis memecah keheningan malam itu. Hujan yang sedari tadi mengguyur tubuhnya, seakan tak dipedulikan. Gadis itu terus berlari, seolah setan dalam cerpen horor pada umumnya tenga mengejar. Tapi, manusia pasti punya batas. Gadis itu mulai kehabisan napas. Ia berhenti sejenak di rerindangan pohon untuk mengatur napasnya yang memburu.

Tak lama berselang, segerombol orang muncul. Mereka segera mendapatkan gadis malang itu, lalu memukulinya, menendangnya, melecehkannya. Gadis itu hendak melawan, tapi apa lacur, dia merasa tak sanggum lagi. Dengan mata terpejam, dipasrahkannya nyawa satu-satunya itu kembali kepada Sang Khalik.

***

Beberapa tahun kemudian…

Jam pertama di kelas IX-I SMP N 1 Bimasakti diawali oleh perkenalan seorang siswi baru. Pak Beno, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia pertama mempersilahkan siswi barunya itu untuk memperkenalkan dirinya.

“Selamat pagi semua.” Sapa siswi baru itu.

“Pagiiii.” Balas semua anak yang ada di kelas IX-I.

“Perkenalkan, nama saya Lena, pindahan dari SMP N 2 Tunas Emas, semoga kita dapat berteman baik,” katanya sambil tersenyum ramah.

“Baiklah, Lena, kau boleh duduk di bangkumu sekarang. Di sebelah Novita ya.” Pak Beno mempersilahkan Lena duduk. Lena pun duduk di sebelah Novita yang sedang memegang buku Kisah-kisah Tengah Malam karya Edgar Allan Poe – salah satu buku cerpen horor kesukaannya. Lalu Pak Beno mulai mengabsen mereka. Ketika Pak Beno mulai membuka absen, anak-anak di kelas mulai gelisah, seperti ada sesuatu yang membuat mereka cemas.
“Alfin!” Pak Beno mulai memanggil nama muridnya satu persatu.

“Hadir!”

“Anas!!”

“Hadir, Pak!” Pak Beno terus memanggil, sampai akhirnya di urutan yang ke-13, entah kenapa seisi kelas langsung menegang. Mereka semua menunggu nama anak yang akan dipanggil oleh Pak Beno selanjutnya.

“Lena!!!”

“Hadir, Pak!!” Balas Lena. Tetapi tiba-tiba, seisi kelas langsung menatap gadis itu dengan tatapan ngeri. Lena mengernyitkan dahinya bingung. Linda dan Samuel yang duduk di dekatnya langsung menggeser bangku dan meja mereka jauh-jauh dari Lena. Lena menatap teman-temannya dengan tatapan tidak mengerti. ‘Kenapa sih dengan mereka?’ Batin Lena kebingungan.

***

Saat jam istirahat, Lena hendak pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku cerpen horor di sana. Ketika sedang menuju ke sana, tiba-tiba kaki Lena kesrimpet sendiri, membuat Lena terjatuh. Bukannya menolong, teman-teman Lena malah mengerumuninya dan menatapnya dengan pandangan ngeri. Lena buru-buru bangkit dan langsung pergi dari tempat itu.

Jam ketiga adalah jam olahraga, dan materi olahraga mereka kali ini voli. Entah sudah berapa kali tadi wajah Lena terkena lemparan bola. Bahkan saat bertanding, salah seorang teman Lena men-smash bola dan tepat menganai wajah Lena. Hidung Lena mengeluarkan darah dan dia pingsan.

***

Baca juga : Wanita dalam cermin

Lena tersadar di ruang UKS. Ia melihat seorang perawat yang kebetulan berada di ruangan itu. “Mbak…” panggilnya pelan. Perawat itu mendengar suara Lena dan langsung menoleh ke tempat sumber suara.

“Eh, Adek sudah sadar?” tanya perawat itu girang. Ia bangkit dari tempat duduknya dan membawakan Lena nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih. “Makan dulu ya,” kata perawat itu sambil meletakkan nampannya di meja sebelah tempat tidur Lena.

“Ah, iya, terima kasih…,” Balas Lena, sambil berusaha tersenyum.

“Adek tadi pingsan, untung beberapa teman Adek langsung cepat melaporkannya,” cerita perawat itu. Lena teringat kejadian saat bermain voli tadi. Iya, dia memang pingsan, tetapi bukan karena terkena smash, melainkan karena sesuatu yang lain. Sesuatu yang bahkan mungkin teman-temannya tidak tahu. Saat jam pertama tadi, ketika pelajaran sudah dimulai, ia selalu merasa ada orang yang mengamatinya di belakang, tetapi ketika ia berbalik, tidak ada siapa-siapa, jelas saja tidak ada, diakan duduk di deretan terakhir.

Lalu saat makan siang di kantin, ia memesan semangkuk bakso, tetapi ketika ia mau makan, bakso itu berubah menjadi 4 bola mata, bahkan mienya berubah menjadi cacing kalung yang besar-besar. Lalu saat di ruang ganti, ketika ia membuka lokernya, ia menemukan mayat di dalam lokernya itu, ia berteriak histeris, tetapi karena tidak ada orang, jadi tidak ada yang mendengar teriakannya.

Saat sedang lari pemanasan, ia tersandung sesuatu dan ketika dilihatnya ternyata ada sebuah tangan yang tadi memegang pergelangan kakinya. Dan masih banyak lagi keanehan-keanehan lainnya. Mungkin itulah yang membuatnya sedikit stres, karena terlalu banyak berpikir akhirnya ia kecapekan sendiri dan jatuh pingsan karena ditambah smash bola voli yang cukup kuat.

“Adek,” Panggil perawat itu lagi, membuyarkan lamunan Lena.

“Eh, ya.. ad, ada apa mbak?” Lena gelagapan.

“Enggak baik lho ngelamun siang-siang, nanti kesambet!” Perawat itu menakuti-nakuti Lena. Lena hanya merespon dengan tawa kecil. Tetapi tidak lama tawanya itu menghilang, wajahnya menjadi murung dan terlihat cemas.
“Maaf mbak ada yang ingin saya tanyakan,” kata Lena. “Kenapa rasanya saya hari ini sial terus ya? Bahkan terkadang, saya melihat hal yang aneh-aneh. Mirip kisah dalam cerpen-cerpen horor itu.” Wajah perawat itu seketika memucat, tubuhnya sedikit gemetaran.

“Hah, aneh-aneh? Seperti apa contohnya?” Tanya perawat itu, ia mulai ketakutan.

“Waktu istirahat, saya memesan bakso di kantin, tetapi ketika saya mau makan, bakso itu berubah menjadi 4 buah bola mata, waktu saya hendak mengganti baju di ruang ganti, saya melihat mayat di loker saya, dan terakhir ketika pemanasan, pergelangan kaki saya dipegang oleh tangan aneh sampai saya terjatuh. Pokoknya ngeri mbak, persis cerpen horor,” kata Lena bergidik.

Perawat itu terlihat gelisah, rasanya ia ingin keluar dari ruang UKS cepat-cepat, tetapi niat itu di urungkannya karena ia tak tega melihat kondisi Lena yang menyedihkan. ‘Apa sebaiknya kuceritakan?’ Batin perawat itu. Namun akhirnya ia putuskan untuk menceritakannya, tragedi yang terjadi di SMP N 1 Bimasakti 13 tahun yang lalu.

“Adek ingin tahu kenapa hari ini adek selalu sial?” kata perawat itu. Lena menjawab dengan anggukan cepat. “Cerita ini mirip sebuah cerita dalam cerpen horor. Tiga belas tahun lalu, terjadi tragedi yang cukup mengenaskan di SMP N 1 Bimasakti ini, saat itu ada seorang gadis yang sangat tidak beruntung, ia selalu menjadi bahan tertawaan dan ejekan dari teman-temannya, lalu saat ulang tahunnya yang ke-13,

teman-temannya mengerjainya habis-habisan sehari penuh, entah itu dilempari mercon, tepung, telur busuk, dikunci dalam kamar mandi, ditukar makan siangnya, atau pun di tuduh melakukan suatu kejahatan, namun rupanya teman-teman gadis itu sudah kelewatan, mereka memfitnah gadis itu mencuri uang kakak kelas mereka, karena marah, kakak kelasnya itu pun menghajarnya habis-habisan, tetapi gadis itu berhasil melarikan diri, sayangnya tidak berapa lama kemudian, ia tertangkap lagi dan akhirnya ia meregang nyawa karena disiksa lebih parah. Tidak tahu harus berbuat apa, kakak kelas beserta teman-temannya memutuskan untuk mengubur jenazah gadis itu, dan sampai sekarang, jasadnya belum ditemukan.”

Perawat itu mengambil jeda sebentar lalu melanjutkan kembali. “Sebelum mati, gadis itu bersumpah untuk membunuh setiap orang yang mendapat absen nomor 13, kenapa begitu? Itu karena penyebab teman-temannya selalu mengejek dan mengerjainya adalah karena mereka percaya bahwa angka 13 membawa sial, jadi mereka ingin membuktikan hal tersebut dengan cara mengucilkan, mengejek, dan menyiksa orang yang mendapat absen nomor 13 di kelas mereka, dan si gadis itu kebetulan mendapat nomor absen yang ke 13.”

JDAARRR!!! Tiba-tiba kilat menyambar dan mengagetkan Lena juga perawat itu. Langit yang tadinya cerah telah berubah menjadi mendung, dan tidak lama kemudian hujan pun turun. Lampu di ruang UKS tiba-tiba mati. Lena dan perawat itu ketakutan. Samar-samar mereka mendengar suara rintihan seseorang.

“Tolong… tolong…” Suara itu makin terdengar jelas, dan tiba-tiba dari bawah ranjang Lena muncul sesosok mahluk, perawat yang tadi duduk di sebelah Lena langsung menjauh dan menjerit ketakutan. Makhluk astral yang hanya muncul dalam cerpen horor itu kini berlumurah darah dan wajahnya tidak terlalu jelas karena lusak, kulit-kulitnya dipenuhi koreng dan luka-luka yang sudah membusuk. Bau tak sedap pun tercium dari makhluk itu.

“Tolong….,” Makhluk itu berbalik ke tempat Lena berbaring. Lena refelks bangkit, ia berdiri di atas ranjangnya melempari makhluk itu dengan benda-benda yang ada disekitarnya.

“Hentikan! Hentikan! Jangan bunuh aku!! Aku belum ingin mati!!!” Lena histeris, ia loncat dari sisi lain ranjang dan berlari ke tempat si perawat. Makhluk itu tidak mengejar, ia memandang Lena dari tempatnya berdiri, perlahan-lahan setetes darah jatuh di atas lantai, makhluk itu menangis darah. “Tolong aku. Kuburkanlah jasadku dengan layak.”

Setelah berkata seperti itu, mahluk itu raib. Lampu yang tadi mati hidup kembali, tetapi Lena dan perawat itu masih gemetar ketakutan. Wangi anyer dan amis darah masih membekas di ruangan itu, bahkan tetesan darah mahluk tadi masih ada di lantai. Perawat itu akhirnya memberanikan diri untuk bergerak kembali, ia mengambil pel untuk membersihkan lantai UKS yang kotor. Lena pun ikut memberanikan dirinya juga, ia berniat untuk membantu si perawat, tetapi ketika hendak mengelap lantai yang berbecak darah tadi, ia melihat rangkain tulisan yang berasal dari bercak darah itu, “U… K…S..,” Lena mengejanya. Tiba-tiba terpampang jawaban di kepalanya.

“Mbak! Saya tahu di mana jasad gadis itu!” Serunya gembira. Perawat itu bengong untuk sesaat, tetapi kemudian ia terlihat gembira juga.

“Benarkah? Di mana??” tanyanya.

“DI UKS!!!” Jawab Lena. “13 tahun yang lalu di sekolah ini belum ada UKS kan??” Perawat itu diam sebentar untuk berpikir, lalu beberapa saat kemudian ia menggeleng. “Belum ada!! Mungkin memang dikubur di bawah ruang UKS!” Lalu keduanya saling bersorak gembira.

***

Baca juga : Hantu Bibir Merah

Keesokan harinya, Lena dan perawat di UKS itu meminta tolong kepada kepala sekolah untuk mengirim tim penyelidik. Dan siangnya tim penyelidik yang mereka panggil itu menggali di sekitar mahluk itu muncul. Akhirnya setelah lama menggali, mereka menemukan tulang-belulang yang cukup besar yang diduga itu adalah tulang badan gadis yang tewas 13 tahun lalu itu. Bahkan mereka menemukan tengkorak kepalanya dan beberapa benda seperti jam tangan dan kalung milik gadis itu.

Setelah semuanya dikebumikan dengan layak, Lena melihat samar-samar bayangan yang melambaikan tangan padanya dan mengucapkan “terima kasih”. Lena tersenyum bahagia dan membalas melambaikan tangan juga. Dan bayangan itu menghilang, untuk selamanya.

Cerpen Horor ini ditulis oleh Naravina Yoichi

source : ceritapendekhoror.blogspot.com

Berdiri sejak 2017, Busa Pustaka hingga saat ini telah memberikan akses baca hingga ribuan anak di Provinsi Lampung. Berawal dari tak sampai sepuluh buku dan saat ini memiliki koleksi ribuan buku anak yang terus ingin ditambah demi memfasilitasi banyak anak membaca.

Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

Scroll to Top