Sudah sejak lama, Azriel dan Maya, merencanakan Yogyakarta sebagai tempat tujuan berbulan madu. Yah, maklum keduanya memang punya kenangan sendiri dengan kota itu. Budayanya, orangnya, semuanya membuat mereka terkenang. Karena itu, setelah keduanya menikah sengaja tujuannya ke Yogya sebagai rangka tempat tujuan mereka berbulan madu.
Menurut rencana, mereka bakal berbulan madu sampai empat hari lamanya. Hari Rabu mereka berangkat. Hari Sabtu mereka pulang. Hari Minggu mereka sampai ke rumah lagi. Hari Senin mereka sudah masuk kantor lagi.
Sesampainya di Yogyakarta, keduanya langsung jalan-jalan. Tanpa berencana mau nginap di mana nantinya. Tak terasa hari sudah sore, dan tiba waktunya bagi mereka berdua untuk mencari penginapan. Karena tak direncanakan mau nginap di mana nantinya, mereka asal saja cari penginapan.
‘Asalkan bisa untuk meneduh,’ begitu slogan mereka. Maklum saja keduanya gemar sekali jadi backpacker. Ketika ketemu satu penginapan mereka segera bertanya pada penjaga yang menjaganya di penginapan.
“Waduh, mohon maaf sekali, Pak. Kamar di tempat kita sudah penuh,” jawab Pak Wanto si penjaga penginapan.
“Itu ada kunci no 13?” tanya Maya, melihat kunci kamar nomor 13 tergantung di belakang Pak Wanto di tempat kunci-kunci.
“Kalau yang itu, tidak kita sewakan, Pak,” jelas Pak Wanto.
“Kenapa, Pak?” tanya Azriel.
“Saya nggak bisa jelasin,” jawab Pak Wanto.
“Tak apalah, Pak. Kita bayar dua kali lipat deh feenya. Lagipula kita nggak lama kok di Yogya, paling-paling cuma tiga hari doang,” pepet Azriel.
Karena Azriel dan Maya memaksa, tak ada pilihan lain bagi Pak Wanto si penjaga hotel untuk mengizinkan. Iming-iming fee kamar bayar dobel memikat hatinya juga.
Setelah menyelesaikan administrasi, keduanya langsung diberikan kunci kamar nomor 13. Dan mereka diantar oleh Pak Wanto ke kamarnya. Kamar nomor 13 terletak di lantai tiga, lantai teratas penginapan Mawar-Melati. Usai membuka pintu kamar dan membawa barang-barang Azriel dan Maya ke dalam kamar, Pak Wanto undur diri.
“Jika, ada apa-apa saya di bawah,” ucap Pak Wanto seraya menutup pintu kamar.
Azriel dan Maya pun segera merebahkan diri di kasur empuk.
“Hmm, enaknya mas. Ternyata setelah menikah itu asik ya?” kata Maya.
“Ih, siapa yang bilang?” jawab Azriel, “Tapi uasik betul… huhuhu…”
“Dasar.”
Baca juga : Pengantin Kappa
Keduanya pun berbicara panjang lebar, ngalor ngidul. Membicarakan tentang impian-impian mereka, tentang cita-cita mereka, tentang visi dan misi mereka ke depan, tentang anak, tentang rumah, dan tentang segala hal yang mereka tahu. Maklum saja, mereka baru saja menikah.
Tapi, di tengah-tengah pembicaraan yang asik itu. Maya bertanya pada Azriel. “Mas… suara apa itu?” tutur Maya pada Azriel suaminya.
Suara itu mirip suara percakapan dua orang, yang diiringi suara tawa. Tapi, suara tawanya, sedikit aneh, cekikik-cekikik mirip betul dengan suara…
Ditanya begitu, Azriel bergidik sebetulnya. Tapi mau bagaimana lagi? Ia laki-laki, dan laki-laki tak boleh tampak takut di mata perempuan. Apalagi Maya yang ada bersamanya telah menjadi istri sahnya. Jadinya, ia berbohong untuk menutupi rasa takutnya.
“Ah, paling suara ringtone handphone kali…” jawab Azriel, suaranya diberat-beratkan supaya tak terlihat takut.
“Masak sih, mas?” Maya tak percaya dengan jawaban Azriel, “Setahuku ringtone handphone nggak gini-gini banget sih.”
Benar juga. Meskipun sebelumnya tak pernah mendengar suara-suara aneh dari dunia lain. Azriel pernah mendengar dari cerita kawannya, kalau ada makhluk halus yang suara tawanya saja sudah membuat merinding bulu kuduk, apalagi sampai melihat sosok nyatanya. Sayangnya, ia enggan berpikiran macam-macam kalau suara tawa yang didengarnya itu adalah makhluk itu.
“Emang sih… tapi, ma… udah ah… kita tidur aja…”
“Yee, kita kan ke sini mau bulan madu? Masak malah tidur?”
“Hehehe… iya yak…” Azriel meringis sembari garuk-garuk kepalanya yang tak gatal, “Sampai lupa aku.”
“Huuu… dasar. Belum tua saja sudah pikun. Apalagi kalau udah tua, lupa sama aku kali…”
“Hmm… tentu tidak dong sayang,” Azriel mulai merayu Maya istrinya dengan kalimat mendayu-ndayu.
“Masak sih?” Maya mencibirkan bibirnya yang aduhai itu.
“Weh, nggak percaya?” tanya Azriel, “Mau coba?”
Maya menggeleng-gelengkan kepalanya. Namun, gerak tubuhnya tampaknya menggoda iman. Beruntung mereka telah menikah, jadi apapun yang dilakukan keduanya sah-sah saja. Lantas, terjadilah gelombang bara asmara. Mereka saling mencumbu satu sama lain. Tapi, ketika keduanya tengah asik memadu kasih.
Dua suara yang tadi mereka bicarakan terdengar lagi. Kali ini mereka terkejut setengah mati, saat tengah berada dalam gelombang asmara memuncak, dua sosok makhluk putih berdiri di depan mereka. Dua sosok makhluk putih itu adalah kuntilanak. Sepertinya dua kuntilanak itu sekeluarga: satunya ibunya, satunya anaknya. Karena postur keduanya berbeda. Satunya tinggi, satunya pendek.
Tapi, satu kesamaan mereka, yaitu mulut mereka sangat lebar melebihi mulut manusia biasa. Wajah kuntilanak itu rusak tak berbentuk, seperti meleleh terkena api. Sementara, kakinya menggantung tak menapak tanah. Waktu, Azriel dan Maya melihat, mereka segera terdiam. Tubuh mereka kaku tak dapat bergerak melihat dua kuntilanak di hadapan mereka.
Dua kuntilanak itu segera tertawa cekikikan, mulutnya tambah lebar. Azriel dan Maya yang sudah ketakutan, terdiam saja, dan akhirnya pingsan di tempat.
Keesokan harinya, Pak Wanto si penjaga penginapan menemukan keduanya dalam kondisi pingsan tanpa pakaian. Lalu, Pak Wanto itu langsung menolong Azriel dan Maya. Keduanya pun kemudian bercerita bahwa mereka mengaku melihat dua kuntilanak di kamarnya.
Sang penjaga menjelaskan kalau di kamar yang mereka tempati memang ada penunggunya, sebab kamar itu pernah kebakaran dan pernah ada yang meninggal. Itu pula yang membuat kamar itu tak pernah disewakan. (Lilih Prilian Ari Pranowo)
Sumber : ceritapendekhoror.blogspot.com