LOLANG LAMPER (LAMIN-BALIK)

Oleh A. Soebali Arief

Kecamatan Muara Pahu adalah kecamatan  yang cukup luas dalam daerah Kabupaten  Kutai.  Kecamatan  yang terdiri  dari se- buah penghubung kecamatan, dua puluh sembilan kampung dan beberapa buah anak kampung ini, dihuni oleh beberapa  suku asli. Suku Pahu menghuni Kecamatan Kota dan sekitarnya, suku Dayaq Benuaq, Tanjung, dan Bentian menghuni daerah tepi Sungai Ma- hakam, Kedang Pahu, dan daerah di udik-udik anak sungai. Di samping suku-suku asli di atas, di kecamatan  ini masih ada suku- suku pendatang  yang berasimilasi dengan   penduduk  asli   seperti suku Kutai, Banjar, dan Bugis.

Karena luasnya dan banyaknya suku-suku yang menghuni  ke- camatan ini, tak heranlah kalau di daerah ini banyak kita temui hikayat-hikayat maupun cerita-cerita yang tak pernah dibukukan, melainkan sambung-menyambung dari mulut ke mulut, sebagai selingan bercengkerama maupun  dendang  menidurkan  si Nanang dan si Diyang.

Adapun  hikayat  atau cerita di bawah ini ialah Si Lolang Lam- per dengan Lamin Baliknya.

Diceritakan si Lolang Lamper yang berasal dari Selerong ini, bertubuhkan  ulas sepotong  dan nayuq   sepotong.  Lolang Lamper ini sangat kuat  tetapi  durjana.  Sesuai dengan tubuhnya yang ter- diri dari nayuq üin) sepotong, rupanya Si Lolang Lamper tidak menghendaki adanya  manusia  yang menghuni  Kerajaan Raden Baroh (Muara Pahu).

Di Muara Pahu, Lolang Lamper menyusuri  Sungai Jelaw kemu- dian terus memasuki  Sungai Tuang anak Sungai Jelaw hingga sam- pai di Bentas, yang pada waktu itu laminnya  terletak  di   rantau Dura. Lamin Dura ini dibalik oleh Lolang Lamper hingga menjadi batu dan setelah itu ia mengikis beberapa rantau  sejak dari muara Sungai Tuang di rantau  Badoi, yang pada waktu itu pernah  pula berdiri sebuah lamin. Lamin   Badoi ini pun dibaliknya hingga men- jadi batu. Biasanya pada musim air turun/kemarau batu-batu bekas lamin balik itu dapat dilihat. Batunya ada yang sebesar rumah. Tempat tersebut sekarang dikenal dengan sebutan Batu Badoi. Demikianlah  kemudian  Lolang Lamper  menyusuri  mudik Su- ngai Tuang lalu membalik lamin Mandong yang terletak di hulu kampung Bentas. Tempat  tersebut  sekarang terkenal dengan se- butan Batu Mandong.

Bagi mereka yang percaya pada takhyul, tempat itu merupakan tempat keramat, karena di tempat itulah orang sering berniat (ber- hajat) dan percaya niatnya akan kabul. Bilamana niatnya terkabul, maka   dilepaslah   ayam   di   tempat  itu sebagai   syarat pembayaran.

Lolang Lamper meneruskan lagi perjalanannya, kemudian membalik lamin Tinan Tiong di Kampung Kiaq. Setelah itu ia menyeberang ke Sungai Kelawit yang juga merupakan  anak Sungai Jelaw. Di sini ia membalik lamin Keler di kampung Rikong. Setelah itu Lolang Lamper membalik lamin Ulong Tolang di kampung Kendi- siq. Selanjutnya  Lolang Lamper  menyeberang  lagi ke Sungai Tuang   lalu   membalik  lamin   Senuyun   Boa   di kampung  Mardan.

Lamin Balik Senuyun Boa ini bisa dilihat oleh orang bertuah. Menurut cerita di dalam lamin ini sangat banyak harta-harta tuha (barang-barang antik)  yang bernilai. Kadang-kadang pada malam- malam tertentu  di Senuyun Boa ini terdengar suara paluan (bunyi- an) orang bergantar maupun belian.


Baca juga : Si bungsu Belajar Terbang

Demikianlah Lolang Lamper meneruskan perjalanannya lagi ke kepala Sungai Tuang. Di sini ia membalik lamin Bermaong. Setelah membalik lamin Bermaong, rupanya  Lolang Lamper masih belum púas atas segala perbuatan  durjananya  itu.   la kembali   menghilir lalu menyusuri Sungai Liaon, yang juga masih merupakan  anak Sungai Tuang. Di sini ia membalik  lamin Loyun Dioq. Selesai membalik lamin Loyun  Dioq, masih ada sebuah lamin lagi yang belum dibalik. Dan lamin ini merupakan  lamin yang terbesar di daerah Bentian yang menurut cerita merupakan asal keturunan penduduk kampung Lendian. Lamin ini diberi nama lamin Menge- lung.

Pada suatu hari dengan susah payah Lolang Lamper  berusaha membalik lamin tersebut. Mungkin karena  besarnya ia pun kepa- yahan membaliknya.  Setelah itu Lolang Lamper pun duduk-duduk di pinggiran atap lamin yang sudah menjadi batu itu. Tiba-tiba da- tang Ayus ke sana. Melihat itu Ayus menanyakan mengapa Kakah (Kakek) Lolang Lamper duduk di sana. Lolang Lamper menjawab bahwa ia telah kepayahan membalik Lamin Mengelung.

Selanjutnya Lolang Lamper minta tolong pada Ayus agar dapat mengambilkan air dalam petung. Ayus mengambil petung sebesar tempayan  lalu dipotongnya  miring, sehingga ujungnya  menyeru- pai mata tombak.  Setelah petung  diisi air, naiklah Ayus ke bu- bungan lamin yang sudah menjadi batu itu. Dari sanalah Ayus me- minumi Lolang Lamper yang menyangga air dengan mulutnya ter- buka lebar. Melihat Lolang Lamper minum dengan dahaga, maka ditusuklah Lolang Lamper dengan petung tempat air tersebut se- hingga matilah di tempat tersebut. Setelah itu Ayus kembali ke Tenampah di Gunung Murai.


Baca juga : Mimpi Nirmala

Menurut cerita, rumpun  petung  yang diambil Ayus untuk  tem- pat air dan membunuh Lolang Lamper, hingga sekarang masih ter- dapat di Mengelung dalam Sungai Liaon. Diterangkan pula, bahwa banyak  orang tua dulu yang   sempat  melihat   tulang-belulang   Lo- lang Lamper yang dibunuh Ayus tersebut.

Adapun lamin Mengelung yang jadi batu  itu, hingga sekarang masih terdapat  di sana. Oleh penduduk tempat tersebut lebih di- kenal dengan sebutan  Lamin Balik. Pada waktu  ramainya  musim banjir kap, Lamin Balik itu tlijadikan barak oleh para   penebang batang. Di   dalamnya terdapat  guha-guha (gua) yang mungkin ber- asal dari bekas jorok-jorok (kamar-kamar) lamin. Apakah  benar demikian, tentu  hanya  Lolang Lamperlah yang dapat menjawabnya.

Sumber : Dewan Redaksi Penerbitan Kutai, Balai Pustaka

Berdiri sejak 2017, Busa Pustaka hingga saat ini telah memberikan akses baca hingga ribuan anak di Provinsi Lampung. Berawal dari tak sampai sepuluh buku dan saat ini memiliki koleksi ribuan buku anak yang terus ingin ditambah demi memfasilitasi banyak anak membaca.

Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

Scroll to Top