Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hamparan sawah hijau dan pegunungan yang megah, hiduplah seorang gadis kecil bernama Siti. Siti adalah anak yatim piatu yang hidup dengan sederhana di sebuah pondok kecil bersama neneknya. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Siti memiliki senyuman yang selalu mampu menerangi hati siapapun yang melihatnya.
Senyum Siti, cerah dan tulus, seolah-olah mengusir semua kegelapan yang mungkin mengepungnya. Ia adalah anugerah bagi desa kecil itu, membawa kegembiraan di setiap sudut. Namun, takdir berkata lain.
Suatu hari, ketika musim hujan melanda desa, Siti jatuh sakit. Neneknya yang sudah tua dan rapuh, berusaha sebaik mungkin untuk merawatnya. Desa yang terpencil sulit mendapatkan bantuan medis, dan keterbatasan itu semakin memperparah kondisi Siti.
Siti terbaring lemah di tempat tidurnya, dan senyumnya yang dulu cerah kini tergantikan oleh kerutan dahi dan tatapan lelah. Desa yang biasanya penuh tawa, kini terdengar hampa. Setiap kali ada yang mencoba menghibur Siti, ia mencoba tersenyum, meskipun kedalamannya tergambar jelas dalam matanya.
Hari demi hari berlalu, dan kesehatan Siti semakin memburuk. Neneknya, dengan mata berkaca-kaca, menyadari bahwa waktu Siti semakin berkurang. Ia berlutut di sisi tempat tidur cucunya, mencium keningnya yang demam, dan berkata dengan suara gemetar, “Maafkan aku, Siti, aku tak bisa memberikan yang terbaik untukmu.”
Siti tersenyum lemah, “Nenek, ini bukan salahmu. Aku bahagia bisa memiliki nenek seperti engkau.”
Pada suatu malam yang hening, Siti memanggil neneknya. Dengan senyum yang tersisa, ia berbisik, “Nenek, aku mencintaimu. Terima kasih untuk segalanya.”
Dan pada malam itu juga, senyum terakhir Siti pun perlahan menghilang, seiring dengan perlahan menghembuskan nafas terakhirnya.
Desa kecil itu tenggelam dalam kesedihan. Senyum yang selalu menerangi desa itu kini hilang, meninggalkan kenangan yang tak akan pernah pudar. Meskipun begitu, penduduk desa merasa diberkati oleh kehadiran Siti dalam hidup mereka. Ia adalah malaikat kecil yang membawa kehangatan dan keceriaan, bahkan dalam kehidupan yang keras dan sederhana.
Pada setiap senja, penduduk desa akan mengenang senyum Siti yang telah menghiasi setiap sudut desa mereka. Meski fisiknya sudah pergi, senyumnya tetap hidup dalam kenangan, sebagai sumber inspirasi bahwa kebahagiaan bisa kita temukan bahkan dalam kehidupan yang singkat.