Buaya Tembaga

Pulau Ambon Manise yang terletak di jazirah lei Timur dan jazirah lei Hitu adalah salah satu pulau yang indah di Indonesia. Di sana terdapat lautan yang membiru berisika ikan-ikan yang dapat terbang jauh mencecah laut.  Di tempat yang indah ini terdapat pula burung camar yang turun naik terbang di atas gelomban setelah lesu berkelana. Apalagi taman lautnya yang berisi ikan macan bergerombol-gerombol di dalamnya. Begitu indah taman lautnya, tak terkira oleh mata dan tak terukir oleh rasa.

                Tak jauh dari jazirah Lei Timur terdapat sebuah kota, yang diberi nama Ambon. Kota ini dikelilingi pohon Sagu yang melambai-lambai dan pohon mintanggor yang tumbuh di tepi pantai. Alam ini memberi kesejukan ketika kita akan menghirup udara lautnya. Apalagi kita ingin ramai-ramai ingin naik arumbae. Dengan hembusan angin laut para nelayan berlabuh tenang di pelabuhan. Pemandangan yang indah itu memberi kita suasana damai dan tentram bahkan dapat memberi inspirasi yang baik.

                Konon di kota yang banyak dipuja itu tersimpan suatu kisah yang hampir punah. Kota Ambon yang terletak pada kedua jazirah itu dihubungkan oleh satu tanah genting yang bernama Tanah Genting Baguala. Tanah ini merupakan penghubung antar Teluk Ambon dan Teluk Baguala. Pada waktu zaman Jepang mereka mengusahakan daerah yang menjadi penghubung ini di kuatkan oleh satu terusan tetapi gagal.

                Konon ketika mereka sedang menggali tanah genting keluarlah darah. Selain darah yang keluar ternyata terdapat seekor buaya yang besar. Panjang badannya kira-kira 5 meter dan warna kulitnya kuning. Oleh sebab itu penduduk di sana memberi nama Buaya Tembaga. Alam sekitar Baguala membuat keadaan aman dan tentram penuh kenyamanan bagi Buaya Tembaga itu. Apalgi penduduknya sangat memuja buaya tersebut.

                Tak jauh dari tempat itu, di pesisir pantai selatan Pulau Buru, hiduplah seekor ular di atas sebatang pohon besar. Pohon ini senantiasa tumbuh di tepi pantai dan selalu condong ke arah laut. Ular itu sangat mengganggu ketentraman hidup semua penghuni terutama penghuni laut sekitarnya. Hampir semua jenis ikan hias dan ikan yang enak dan mengandung banyak protein ditelannya. Buaya besar dan kecil pun digigit kemudian menjadi santapan yang lezat baginya.

                Kehidupan ikan-ikan dan buaya-buaya yang berada disitu selalu diserbu dan terancam oleh ular tersebut. Hal ini menyebabkan mereka  terpaksa mengadakan musyawarah besar untuk mengatasi atau membasmi ular itu. Keputusan musyawarah besar mereka menyatakan bahwa yang dapat menantang ular itu adalah “Buaya Tembaga”. Oleh karena itu mereka akan meminta bantuan kepadanya.

                Setelah selesai bermusyawarah mereka mengirim utusan untuk bertemu dengan Buaya Tembaga. Tujuannya yaitu meminta bantuan agar dapat menghancurkan ular pemangsa tersebut. Sekaligus pula menjemput Buaya Tembaga dari Teluk Baguala. Sementara itu ikan-ikan dan buaya yang lain mempersiapkan upacara penyambutan.

                Setiba mereka disana Buaya Tembaga mengabulkan permohonan mereka dan bersedia untuk berangkat bersama-sama utusan menuju pantai selatan Pulau Buru. Dalam perjalanan mereka saling bertukar pendapat langkah-langkah apa yang akan dikerjakan. Dan sambil menikmati perjalanan mengarungi lautan mereka juga mengamati genangan air dicelah-celah batu. Mereka melihat hewan-hewan lain yang merayap berenang, bakung laut, kerang limpet, keong laut dan kepak, bakung laut, dan hewan-hewan yang aneh lainnya, yang kalau air pasang, badannya memekar mereka pun melihat kerang limpet yang biasa hidup dipantai berbatu. Hal ini memberi pertanda bahwa tempat yang mereka tuju sudah dekat. Burung-burung laut pun seperti ganet, camar, kormoran, mandor, dan lain-lain sudah mulai tampak.

                Mereka tiba waktu pasang surut karena keong-keong laut sedang bersembunyi di celah-celah ganggang gelombang. Bahkan kerang limpet mulai nampak melekat erat pada batu-batu. Setibanya mereka disana Buaya Tembaga disambut denga meriah dalam satu upacara yang meriah. Upacara pun dihadiri oleh para penghuni laut seperti keong laut, kepak berjenis ikan, para buaya, berjenis-jenis burung laut, kepiting, kelomang, tikus laut bahkan cacing-cacing laut. Mereka beramah-tamah, bersukariah dengan Buaya Tembaga selama dua hari.

                Pada hari ketiga Buaya Tembaga mulai melaksanakan tugas yang telah dipercayakan kepadanya. Ia mulai berjalan, berenang kesana kemari mengintai musuhnya dan mendekati pohon mintanggor. Ketika melalui pohon tersebut ular dan Buaya Tembaga saling berpapasan. Dengan cepat ular itu melilitkan ekornya pada batang mintanggor tadi dan menjulurkan badannya ke laut seraya memagut Buaya Tembaga.

                Tindakan ular itu segera ditangkis dan Buaya Tembaga dengan memukulkan ekornya. Perang tanding terjadi antara keduanya dan peristiwa ini disaksikan oleh semua penghuni laut yang berada di sekitar tempat itu.  Hal ini terjadi beberapa hari lamanya.

                Ketika pertarungan sudah berlangsung selama 2 hari terjadilah saat-saat yang menentukan pemenangnya. Ular, sebagaimana biasanya, melilitkan ekornya keras-keras pada pohon mintanggopr dan memagut mata Buaya Tembaga. Pukul balasan dari Buaya Tembaga sangat jitu dan keras dengan menghempaskan ekornya kearah kepala ular. Keadaan itu terjadi berulang kali. Akhirnya lilitan ekor ular terlepas dari batang pohon mintanggor dan terhempas kelaut dan berakhirlah riwayatnya.

                Penghuni laut serentak bersorak-sorai melihat keadaan itu. Semua menyaksikan pertarungan seru yang menghancurkan musuh keparat itu. Buaya Tembaga dielu-elukan atas kemenangan itu. Dengan demikian mereka telah luput dan bebas berada didaerahnya. Hadiah pun disiapkan untuk diserahkan kepada Buaya Tembaga. Penghargaan pertama atas jasanya dianugerahkan “Yang dipertuan di Daerah Teluk Baguala”. Hadiah itu diberikan pada sebuah tagala (besek) dan diisi dengan beberapa jenis ikan seperti ikan parang, make, papere, dan salmaneti.

                Setelah itu, Buaya Tembaga pun bertolak kembali menuju ke tempat kediamannya dengan membawa kemenangan berupa hadiah berjenis-jenis ikan. Sejak itu maka berkembang biaklah ikan-ikan itu di Teluk Baguala. Oleh karena itu, hingga kini ikan jenis itu sangat banyak terdapat diteluk tersebut. Bahkan ada dari penduduk yang percaya, terutama yang berada di sekeliling teluk itu bahwa bila Buaya Tembaga itu timbul itu pertanda akan datang banyak ikan. Sehingga masyarakat siap-siap akan menangkap ikan dan dijual sebagai mata pencahariannya. Pemunculan Buaya Tembaga membawa keuntungan bagi penduduk Baguala.   

Berdiri sejak 2017, Busa Pustaka hingga saat ini telah memberikan akses baca hingga ribuan anak di Provinsi Lampung. Berawal dari tak sampai sepuluh buku dan saat ini memiliki koleksi ribuan buku anak yang terus ingin ditambah demi memfasilitasi banyak anak membaca.

Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

Scroll to Top