Tidak banyak yang tahu bahwa SMA Harapan Jaya memiliki lorong bawah tanah. Lorong ini awalnya digunakan sebagai jalur evakuasi ketika sekolah masih baru berdiri. Namun, seiring waktu, pintu menuju lorong tersebut dikunci rapat, dan keberadaannya perlahan terlupakan oleh para siswa. Cerita tentang lorong ini hanya muncul dari mulut ke mulut, sebagian besar berupa kisah misteri tentang siswa yang tersesat di sana dan tidak pernah kembali.
Malam ini, giliran Sarah, Arman, dan Kevin untuk mengeksplorasi bagian sekolah yang jarang terjamah ini. Mereka diberi petunjuk oleh kakak kelas tentang lokasi pintu yang tersembunyi di ruang penyimpanan gedung tua sekolah.
Menemukan Pintu Tersembunyi
“Rasanya aneh banget kita disuruh ke ruang penyimpanan ini. Udah kayak masuk ruang hantu,” keluh Sarah sambil melirik ke sekeliling ruangan gelap itu.
“Tenang, Sarah. Kita cuma cari pintu lorong bawah tanah itu. Kalau nggak ada apa-apa, ya kita balik,” jawab Arman yang mencoba tegar meski wajahnya juga menunjukkan rasa gugup.
Kevin, yang memegang peta kasar dari kakak kelas, mengarahkan mereka ke sudut ruangan. Di sana, mereka menemukan sebuah pintu kayu kecil yang setengah tertutup oleh rak berisi barang-barang lama.
“Ini dia,” ujar Kevin sambil menarik pintu itu dengan hati-hati.
Di balik pintu itu, ada tangga tua yang turun ke bawah. Tangga itu terbuat dari beton, dan baunya lembap seperti ruangan yang sudah lama tidak disentuh manusia.
“Kenapa kita masuk ke sini?” tanya Sarah, mulai ragu.
“Kita sudah sampai sejauh ini. Ayo cepat, sebelum ada guru yang tahu,” balas Arman.
Hawa Aneh di Lorong
Mereka turun dengan hati-hati, menerangi jalan dengan senter kecil. Lorong itu sempit dan dingin, dengan dinding yang lembap dan beberapa coretan yang tidak jelas artinya.
“Kira-kira, ini lorong sampai mana, ya?” tanya Kevin sambil terus berjalan di depan.
“Kalau kata cerita-cerita, lorong ini tembus ke luar sekolah. Tapi nggak ada yang pernah buktikan,” jawab Arman.
Namun, di tengah perjalanan, mereka mulai merasakan sesuatu yang aneh. Udara di lorong semakin dingin, dan suara langkah kaki mereka bergema terlalu lama, seolah-olah ada yang mengikuti di belakang.
“Berhenti sebentar,” bisik Sarah.
Ketiganya berhenti, tetapi suara langkah kaki masih terdengar, mendekat dari belakang.
“Siapa itu?” teriak Kevin sambil menyorotkan senter ke belakang.
Tidak ada siapa-siapa. Lorong itu kosong, tapi suara langkah kaki berhenti tepat di belakang mereka.
Ruangan yang Terlupakan
Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, hingga akhirnya menemukan sebuah pintu besi besar di ujung lorong. Pintu itu terlihat berkarat, tetapi ada jejak tangan kecil di permukaannya, seolah-olah seseorang baru saja menyentuhnya.
“Aku nggak suka ini,” ujar Sarah sambil memegang tangan Arman.
“Kalau kita nggak buka, kita nggak akan tahu apa yang ada di baliknya,” kata Kevin, mencoba memberanikan diri.
Dia mendorong pintu itu, dan mereka masuk ke sebuah ruangan besar yang dipenuhi meja-meja tua dan dokumen yang berserakan. Di dinding ruangan, ada foto-foto siswa dengan wajah mereka yang dicoret-coret.
“Apa ini… semacam ruang rahasia?” tanya Arman.
Namun, sebelum mereka bisa menyelidiki lebih jauh, mereka mendengar suara pelan dari sudut ruangan. Suara itu terdengar seperti seseorang sedang menangis, tetapi tidak ada siapa pun di sana.
Bayangan di Gelap
Ketika Kevin menyinari sudut ruangan, mereka melihat sesuatu yang membuat darah mereka membeku. Ada bayangan gelap dengan bentuk manusia, tetapi tidak memiliki wajah. Bayangan itu berdiri diam, tetapi tubuhnya terlihat bergerak seperti asap yang bergoyang.
Sarah menjerit, dan bayangan itu mulai mendekat dengan langkah pelan.
“Lari!” teriak Arman.
Mereka berlari keluar dari ruangan itu, menyusuri lorong dengan kecepatan penuh. Namun, suara langkah kaki bayangan itu tetap terdengar, mengejar mereka tanpa henti.
Pelarian yang Mencekam
Ketika mereka hampir mencapai tangga, pintu di atas tiba-tiba tertutup dengan suara keras. Sarah menangis, tetapi Kevin dan Arman terus mendorong pintu dengan tenaga mereka.
Akhirnya, pintu itu terbuka, dan mereka berhasil keluar. Saat mereka melihat ke bawah, lorong itu sudah gelap gulita, dan suara langkah kaki menghilang begitu saja.