Malam Ekstrakurikuler | Bab 11: Aula dengan Sorotan Lampu yang Sendiri

Aula SMA Harapan Jaya adalah tempat paling luas di sekolah, digunakan untuk acara-acara besar seperti perpisahan, upacara kelulusan, dan pertunjukan seni. Namun, di balik kemegahannya, aula ini menyimpan cerita kelam yang jarang dibicarakan. Konon, bertahun-tahun lalu, seorang siswa teater yang perfeksionis jatuh dari panggung saat gladi resik dan meninggal seketika. Sejak saat itu, banyak yang mengaku melihat bayangan di panggung atau mendengar suara piano dimainkan di malam hari, padahal aula sudah kosong.

Malam ini, Nisa, Andi, dan Firman ditugaskan untuk menyelidiki tempat ini. Mereka awalnya merasa biasa saja, karena menurut mereka aula adalah tempat yang terang dan luas, sehingga tidak mungkin ada sesuatu yang aneh. Namun, dugaan mereka salah.

Panggung yang Sunyi

Ketiganya masuk ke aula melalui pintu belakang. Aula gelap gulita, hanya diterangi oleh sinar bulan yang masuk melalui jendela besar di atas pintu utama. Mereka menyalakan senter, dan kilauan cahaya memperlihatkan barisan kursi yang tertata rapi, seolah-olah sedang menunggu penonton.

“Kenapa tempat ini terasa dingin?” tanya Nisa sambil merapatkan jaketnya.

“Mungkin karena ruangan ini besar dan kosong,” jawab Andi, mencoba bersikap rasional.

Namun, suasana berubah ketika mereka mendekati panggung. Tiba-tiba, lampu sorot di atas panggung menyala dengan sendirinya, menyoroti tengah panggung yang kosong.

“Siapa yang nyalain lampu itu?” tanya Firman, wajahnya mulai tegang.

Tidak ada yang menjawab. Mereka bertiga hanya saling pandang, merasakan hawa dingin yang semakin menusuk.

Bayangan di Balik Tirai

Nisa, penasaran dengan apa yang ada di balik tirai panggung, memutuskan untuk memeriksanya.

“Aku nggak yakin ini ide yang bagus,” bisik Andi, tetapi Nisa sudah berjalan mendekat.

Ketika dia membuka tirai perlahan, tidak ada apa-apa di sana kecuali beberapa alat musik dan kostum teater yang tergantung. Namun, saat Nisa hendak menutup tirai, dia melihat sesuatu bergerak di sudut mata.

“Firman, tolong nyalain senter ke sini,” katanya dengan suara gemetar.

Firman mengarahkan senternya, dan mereka semua melihatnya: bayangan seorang gadis dengan kostum teater, berdiri diam sambil menundukkan kepala.

“Lari!” teriak Firman, tetapi ketika mereka berbalik, suara piano tiba-tiba terdengar dari sudut ruangan.

Suara Piano yang Kosong

Piano tua yang berada di sudut aula kini memainkan melodi lambat, meskipun tidak ada seorang pun di sana. Suaranya menggema, membuat bulu kuduk mereka berdiri.

“Apa ini… semacam rekaman?” tanya Andi, mencoba mencari logika di balik kejadian itu.

Namun, ketika mereka mendekati piano, melodi itu berhenti tiba-tiba. Ketika mereka menyoroti piano dengan senter, terlihat bahwa tut-tut piano itu sedikit bergoyang, seolah-olah baru saja dimainkan oleh tangan tak terlihat.

Pertunjukan Hantu di Panggung

Lampu di aula tiba-tiba menyala terang, memperlihatkan panggung yang kini tampak berubah. Kursi-kursi penonton yang tadi kosong kini terlihat penuh oleh bayangan samar, seperti kerumunan orang yang sedang menonton pertunjukan.

Di tengah panggung, gadis yang mereka lihat di balik tirai kini berdiri dengan gaun teater lengkap, menatap langsung ke arah mereka.

“Dia bergerak…” bisik Nisa dengan wajah pucat.

Gadis itu mulai berjalan perlahan menuju ujung panggung, tangannya mengarah ke sesuatu yang tidak terlihat. Namun, langkahnya terhenti, dan dia tiba-tiba menoleh ke arah mereka. Wajahnya yang tadi tampak kabur kini terlihat jelas: pucat, dengan mata yang kosong dan senyum kecil yang menyeramkan.

Pelarian dari Aula

Tanpa pikir panjang, ketiganya langsung berlari ke pintu keluar. Namun, pintu belakang tempat mereka masuk tadi kini terkunci rapat.

“Kita terjebak!” teriak Andi, mencoba mendobrak pintu.

Sementara itu, gadis di panggung mulai bernyanyi dengan suara lembut yang terdengar seperti bisikan. Suara itu menggema di seluruh aula, membuat mereka semakin panik.

Firman, yang melihat pintu utama, berteriak, “Ke sini! Pintu ini terbuka!”

Mereka berlari menuju pintu utama dan berhasil keluar sebelum gadis itu turun dari panggung. Namun, sebelum mereka benar-benar pergi, mereka menoleh untuk terakhir kalinya.

Di dalam aula, kursi-kursi yang tadinya kosong kembali kosong, lampu panggung padam, dan aula kembali menjadi ruangan gelap yang sunyi.

Berdiri sejak 2017, Busa Pustaka hingga saat ini telah memberikan akses baca hingga ribuan anak di Provinsi Lampung. Berawal dari tak sampai sepuluh buku dan saat ini memiliki koleksi ribuan buku anak yang terus ingin ditambah demi memfasilitasi banyak anak membaca.

Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

Scroll to Top