Malam Ekstrakurikuler | Bab 9: Perpustakaan yang Tidak Pernah Sepi

Perpustakaan SMA Harapan Jaya menjadi tempat favorit bagi siswa yang gemar membaca atau mencari referensi tugas. Namun, di balik suasana tenangnya, ada cerita menyeramkan yang sudah lama menjadi rahasia umum. Banyak siswa yang mengaku mendengar suara lembaran buku dibalikkan atau langkah kaki ringan, meskipun tidak ada siapa pun di sana. Konon, ada sosok penjaga perpustakaan gaib yang masih setia mengawasi koleksi buku di malam hari.

Malam ini, giliran Rani, Gilang, dan Eko untuk menyelidiki tempat ini. Rani dikenal sebagai siswi yang rajin dan sering menghabiskan waktu di perpustakaan, sedangkan Gilang adalah tipe yang skeptis. Eko, di sisi lain, adalah sosok yang lebih santai tetapi mudah terpengaruh oleh cerita horor.

Malam di Perpustakaan

Ketiganya memasuki perpustakaan yang gelap dengan hanya senter kecil sebagai penerangan. Rak-rak buku berdiri tinggi, menciptakan lorong-lorong sempit yang terlihat lebih menyeramkan di bawah bayangan lampu.

“Kenapa rasanya lebih besar dari biasanya?” tanya Eko sambil melihat sekeliling.

“Itu karena kita nggak pernah ke sini malam-malam,” jawab Rani, mencoba mengalihkan rasa gugup.

Gilang berjalan ke salah satu rak buku dan mengambil sebuah buku acak. Ketika dia membukanya, sebuah catatan kecil jatuh dari dalam buku.

“Lihat ini,” kata Gilang sambil memungut catatan itu.

Di kertas tersebut, tertulis dengan tinta merah: “Pergilah sebelum terlambat.”

“Ini pasti ulah orang iseng,” ujar Gilang sambil mengembalikan catatan itu ke dalam buku.

Buku yang Bergerak Sendiri

Ketika mereka melanjutkan eksplorasi, Rani mendekati meja baca di tengah ruangan. Di atas meja tersebut, ada tumpukan buku yang tampak seperti baru saja digunakan.

“Siapa yang meninggalkan ini? Perpustakaan sudah kosong sejak sore,” gumam Rani sambil memeriksa judul-judul buku itu.

Tiba-tiba, salah satu buku di rak terdekat jatuh dengan suara keras. Ketiganya langsung menoleh ke arah rak itu.

“Angin?” tebak Eko, meskipun jelas tidak ada jendela yang terbuka.

Namun, sebelum mereka bisa mendekat, lebih banyak buku jatuh satu per satu, menciptakan pola seperti seseorang yang sengaja menjatuhkannya.

“Ini nggak normal,” bisik Rani, wajahnya mulai pucat.

Bayangan di Rak Buku

Mereka memutuskan untuk kembali ke pintu masuk, tetapi langkah mereka terhenti ketika melihat sesuatu di salah satu lorong rak. Sebuah bayangan bergerak perlahan, seolah-olah seseorang sedang berjalan di antara rak-rak buku.

“Siapa itu?” tanya Eko dengan suara gemetar.

Bayangan itu berhenti sejenak, kemudian perlahan menoleh ke arah mereka. Wajahnya tidak terlihat jelas, tetapi matanya bersinar merah dalam kegelapan.

Gilang mengambil langkah mundur, tetapi tanpa sengaja menjatuhkan senter. Ketika dia membungkuk untuk mengambilnya, bayangan itu menghilang begitu saja.

Suara dari Lantai Atas

Perpustakaan SMA Harapan Jaya memiliki lantai atas yang jarang digunakan. Saat mereka mencoba menenangkan diri, terdengar suara langkah kaki dari lantai atas, meskipun mereka yakin tidak ada orang lain di sana.

“Kita ke atas?” tanya Rani dengan ragu.

“Kamu gila? Kita seharusnya keluar dari sini!” jawab Eko dengan nada panik.

Namun, Gilang sudah mulai menaiki tangga, penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan berat hati, Rani dan Eko mengikutinya.

Di lantai atas, mereka menemukan lebih banyak rak buku, tetapi suasananya lebih pengap dan gelap dibandingkan lantai bawah. Di tengah ruangan, ada meja besar dengan kursi yang tampak usang.

Pertemuan dengan Penjaga Gaib

Ketika mereka mendekati meja, kursi itu tiba-tiba bergerak sendiri, bergeser seolah-olah ada seseorang yang baru saja bangkit dari duduknya.

“Ini bukan angin,” bisik Rani.

Kemudian, mereka mendengar suara pelan seperti seseorang sedang membaca. Suara itu datang dari ujung ruangan, tetapi tidak ada siapa pun di sana.

“Pergi sekarang juga,” ujar suara itu dengan nada dingin, membuat ketiganya membeku di tempat.

Tanpa berpikir panjang, mereka berlari menuruni tangga, tetapi sebelum mencapai pintu keluar, semua lampu di perpustakaan menyala bersamaan, memperlihatkan bayangan hitam yang berdiri di tengah ruangan, mengawasi mereka.

Keluar dengan Selamat

Ketika mereka akhirnya keluar dari perpustakaan, mereka langsung mengunci pintu di belakang mereka. Napas mereka terengah-engah, dan tidak ada yang berani berbicara selama beberapa menit.

“Perpustakaan ini… lebih baik kita hindari,” kata Gilang akhirnya, mencoba memecah keheningan.

Rani mengangguk, sementara Eko masih terlihat gemetar. Meski begitu, mereka tahu pengalaman ini akan terus menghantui mereka untuk waktu yang lama.

Berdiri sejak 2017, Busa Pustaka hingga saat ini telah memberikan akses baca hingga ribuan anak di Provinsi Lampung. Berawal dari tak sampai sepuluh buku dan saat ini memiliki koleksi ribuan buku anak yang terus ingin ditambah demi memfasilitasi banyak anak membaca.

Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

Scroll to Top