Ruang musik SMA Harapan Jaya dikenal sebagai tempat yang penuh kreativitas. Namun, di balik piano tua yang jarang dimainkan dan lemari yang penuh dengan partitur usang, tersimpan kisah-kisah misterius. Salah satunya adalah cerita tentang suara tangisan yang sering terdengar di malam hari, konon berasal dari seorang siswi yang tidak pernah menyelesaikan penampilannya di acara seni beberapa tahun silam.
Malam itu, giliran Farhan, Citra, dan Dinda untuk menjelajahi ruang musik. Farhan dikenal sebagai siswa yang senang bercanda, sementara Citra adalah seorang pianis yang sering tampil di acara sekolah. Dinda, kakak kelas yang memimpin kegiatan ekstrakurikuler, tampak serius tapi tetap tenang, mencoba mengendalikan kelompok.
Membuka Ruang Musik
“Aku nggak tahu kenapa, tapi tempat ini selalu terasa… berbeda,” ujar Citra sambil melirik ke arah piano besar di tengah ruangan.
“Berbeda gimana? Ini cuma ruang musik biasa,” jawab Farhan sambil mengetuk-ngetuk meja drum di sudut ruangan.
Namun, saat mereka mulai melangkah lebih dalam, hawa dingin menyelimuti ruangan. Citra berjalan menuju piano tua dan membuka tutupnya perlahan. Tutsnya terlihat menguning dan berdebu. Dia menekan salah satu tuts, dan suara rendah terdengar, sedikit sumbang.
“Kamu yakin mau main itu?” tanya Dinda dengan nada ragu.
“Kenapa nggak? Piano ini seperti butuh disentuh lagi,” balas Citra.
Nada-nada yang Aneh
Citra mulai memainkan melodi sederhana. Namun, setiap kali dia menekan beberapa tuts, terdengar nada tambahan yang tidak sesuai dengan lagu yang dimainkan.
“Farhan, jangan bercanda!” tegur Citra sambil melirik ke arah Farhan, yang duduk di kursi drum.
“Aku nggak ngapa-ngapain, sumpah,” jawab Farhan dengan wajah serius.
Nada-nada itu terus terdengar, seperti ada tangan lain yang bermain di sisi piano yang tidak terlihat. Citra berhenti bermain, tapi piano itu tetap mengeluarkan suara, seolah-olah ada seseorang yang melanjutkan permainannya.
“Siapa di sana?” tanya Dinda sambil mencoba tetap tenang.
Tidak ada yang menjawab, tapi tiba-tiba lemari di sudut ruangan terbuka dengan sendirinya, menimbulkan suara berderak keras.
Suara Tangisan
Ketiganya langsung memandang ke arah lemari tersebut. Dari dalam, terdengar suara pelan seperti seseorang menangis. Citra mundur, wajahnya pucat.
“Kita harus keluar dari sini,” bisik Citra.
“Tunggu, mungkin itu cuma angin,” kata Farhan mencoba menenangkan diri, meskipun wajahnya menunjukkan ketakutan.
Namun, suara tangisan itu semakin keras, bergema di seluruh ruangan. Tidak hanya berasal dari lemari, tapi juga dari dinding dan piano.
“Aku bilang kita keluar!” seru Dinda sambil menarik tangan Farhan dan Citra.
Ketika mereka menuju pintu, suara tangisan berubah menjadi suara tawa yang menyeramkan. Piano mulai berbunyi sendiri, memainkan lagu yang tidak mereka kenali.
Bayangan di Cermin
Sebelum mereka berhasil mencapai pintu, Farhan berhenti tiba-tiba. “Lihat itu!” katanya sambil menunjuk ke cermin besar di dinding.
Di cermin itu, mereka melihat bayangan seorang gadis dengan gaun putih berdiri di depan piano, meskipun tidak ada siapa pun di ruangan tersebut. Wajahnya tidak jelas, tapi kepalanya perlahan menoleh ke arah mereka, seolah-olah menyadari kehadiran mereka.
Citra menjerit, dan Dinda langsung membuka pintu dengan tergesa-gesa. Mereka bertiga keluar dengan napas terengah-engah, meninggalkan ruang musik yang kini kembali sunyi.
Setelahnya
Di aula, mereka mencoba menjelaskan apa yang terjadi, tetapi tidak ada yang percaya. Piano di ruang musik tetap dimainkan esok harinya oleh siswa lain tanpa kejadian aneh, namun Citra bersumpah tidak akan pernah menyentuh piano itu lagi.