Perpustakaan lama SMA Harapan Jaya selalu menjadi daya tarik tersendiri. Dibangun bersamaan dengan sekolah pada tahun 1970-an, ruangan ini dipenuhi rak-rak kayu tua dan buku-buku yang sebagian besar sudah usang dan berdebu. Namun, karena dianggap tidak relevan lagi, perpustakaan itu jarang dikunjungi siswa. Malam itu, giliran Alif, Hana, dan Karin untuk menjelajahi tempat tersebut, mencari cerita yang layak dimasukkan ke buletin sekolah.
Memasuki Perpustakaan Lama
“Tempat ini… bau sekali,” keluh Karin saat mereka melangkah masuk.
“Aroma buku tua, Karin. Ini justru yang bikin suasananya klasik,” jawab Alif, mencoba mencairkan suasana.
Hana, yang berjalan paling belakang, merasakan hawa dingin di lehernya meskipun semua jendela tertutup rapat. “Kenapa kita nggak ke ruang komputer saja? Lebih menarik daripada tempat kayak gini,” katanya dengan nada cemas.
“Karena perpustakaan ini punya cerita sejarah. Katanya, pernah ada seorang siswa yang terkunci di sini sendirian semalaman. Setelah itu, dia nggak pernah datang ke sekolah lagi,” Alif berkata sambil menyeringai, jelas ingin mengerjai Hana.
“Tolong jangan bahas yang begituan,” balas Hana cepat.
Penemuan Aneh di Rak Buku
Ketiganya mulai memeriksa rak-rak buku. Buku-buku tua dengan sampul lusuh berjejer rapi, meskipun beberapa terlihat seperti tidak pernah disentuh selama bertahun-tahun. Karin mengambil salah satu buku yang sampulnya penuh debu. Judulnya, Catatan Harian yang Tidak Selesai.
“Aneh, ini kayak buku pribadi. Kenapa ada di sini?” gumam Karin.
Saat dia membukanya, sebuah foto hitam-putih jatuh ke lantai. Foto itu menunjukkan seorang gadis muda sedang duduk di meja perpustakaan. Wajahnya terlihat muram, tetapi yang paling mencolok adalah matanya—terlihat seperti menatap langsung ke arah mereka.
“Aku nggak suka ini. Taruh lagi bukunya,” kata Hana sambil memeluk dirinya sendiri.
Namun, Alif mengambil foto itu dan membawanya lebih dekat ke cahaya. “Ini bukan cuma gadis biasa. Lihat di belakangnya, itu rak ini, kan? Berarti dia pernah ada di sini.”
Hana mulai melangkah mundur, tetapi saat itulah terdengar suara buku jatuh dari rak di ujung ruangan.
Sosok di Ujung Perpustakaan
Ketiganya langsung memandang ke arah suara tersebut. Sebuah buku besar tergeletak di lantai. Namun, yang lebih mengejutkan adalah mereka melihat bayangan tipis seorang gadis berdiri di ujung rak.
“Siapa itu? Ada orang lain di sini?” tanya Karin dengan suara gemetar.
Tidak ada yang menjawab. Bayangan itu perlahan bergerak ke belakang rak, menghilang dari pandangan.
“Sudah, kita keluar saja!” desak Hana.
Namun, Alif penasaran. “Tunggu, aku mau lihat dulu. Mungkin cuma bayangan lampu.”
Dia melangkah lebih dekat ke rak tempat bayangan itu menghilang, sementara Hana dan Karin enggan mengikutinya.
Pesan di Buku Harian
Saat Alif sampai di ujung rak, dia melihat buku yang jatuh tadi. Sampulnya tebal dan penuh dengan coretan tangan. Dia membukanya perlahan, dan halaman pertama bertuliskan: Aku terjebak di sini. Tolong aku.
Hana yang akhirnya mendekat melihat tulisan itu dan langsung menarik tangan Alif. “Aku bilang kita harus pergi!”
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara langkah kaki terdengar di belakang mereka. Ketika mereka menoleh, sosok gadis dari foto tadi berdiri di ujung ruangan. Wajahnya pucat, dan matanya hitam seperti jurang tanpa dasar.
Sosok itu perlahan mengangkat tangannya, menunjuk ke arah mereka.
“Lari!” seru Alif, dan mereka bertiga langsung keluar dari perpustakaan tanpa melihat ke belakang.
Kejadian Setelahnya
Ketika mereka akhirnya tiba di aula, wajah mereka penuh keringat dan ketakutan. Namun, di kantong Alif, foto gadis itu masih ada. Dia mencoba membuangnya, tetapi foto itu tetap kembali ke sakunya setiap kali dia memeriksa.
“Ini… ini nggak mungkin!” kata Alif panik, tetapi tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu.