Di suatu kolam yang damai dan indah, tinggalah seekor ikan cupang yang begitu gagah dan cantik bernama Biru. Biru memiliki sirip berwarna biru langit yang memukau dan tubuhnya yang indah dipenuhi warna-warni cerah. Ia menjadi sorotan banyak ikan lain di kolam tersebut.
Namun, di balik keindahannya, Biru menyimpan perasaan yang jauh dari bahagia. Ia lelah dengan kehidupannya yang penuh perkelahian dan persaingan. Setiap hari, kolam itu menjadi medan pertempuran bagi ikan cupang demi menunjukkan keindahan dan kekuatan mereka.
Biru sebenarnya bukanlah ikan yang suka berkelahi, tapi ia terpaksa melakukannya untuk bertahan hidup. Setiap kali ada ikan lain yang mencoba mendekatinya, ia merasa perlu membela diri. Ia tahu bahwa jika ia menunjukkan kelemahannya, ikan-ikan lain akan mengejarnya dan mencoba mengusirnya dari kolam. Sehingga, dalam upaya untuk bertahan, ia terpaksa terlibat dalam pertarungan yang melelahkan.
Suatu hari, ketika matahari terbenam, Biru menyadari sesuatu. Ia sedang berenang sendirian di salah satu sudut kolam, dan semua ikan cupang lainnya sudah kembali ke tempat persembunyian mereka. Ia merasa sepi dan kelelahan, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional.
“Kenapa semua ini harus terjadi?” gumamnya dalam hati. “Mengapa aku harus terus berkelahi demi hidupku? Mengapa aku tidak bisa hidup damai seperti ikan lainnya?”
Perasaan lelah dan frustrasi pun semakin memenuhi hati Biru. Ia merasa ingin pergi dari kolam itu dan mencari tempat baru yang tenang dan damai. Namun, ia juga tahu bahwa meninggalkan kolam akan membawanya pada bahaya yang lebih besar.
Malam itu, sambil berenang melintasi kolam, Biru menemukan sebuah tempat yang tersembunyi di antara tanaman air. Tempat itu adalah sebuah gua kecil yang jarang diketahui ikan lain. Di situlah Biru dapat beristirahat dengan tenang tanpa harus berpura-pura menjadi kuat.
Hari demi hari, Biru menghabiskan waktu di gua itu. Ia belajar untuk menyembunyikan keindahannya agar tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan. Ia juga mengamati ikan-ikan lain yang hidup damai tanpa terlibat dalam pertarungan.
Seiring berjalannya waktu, sikap dan pola pikir Biru berubah. Ia mulai memahami bahwa keindahan dan kekuatan sesungguhnya bukan hanya terletak pada fisik, tetapi juga pada ketenangan batin dan damai yang dirasakan di dalam hati.
Biru mulai berinteraksi dengan ikan lain dengan cara yang berbeda. Ia tidak lagi menunjukkan sikap agresif, namun tetap bisa menghadapi mereka dengan bijaksana jika ada yang mencoba mengganggunya. Ia juga mulai menjalin persahabatan dengan beberapa ikan lain yang memiliki pandangan serupa.
Ketika ikan lain bertanya padanya tentang alasan perubahannya, Biru hanya tersenyum dan berkata, “Aku lelah berkelahi dan bersaing. Aku ingin hidup dengan damai dan saling menghormati. Di sinilah aku menemukan kedamaian dan kebahagiaan sejati.”
Biru tidak pernah menyesali keputusannya untuk meninggalkan cara hidupnya yang dulu. Ia belajar bahwa menjadi diri sendiri adalah hal yang paling penting, bahkan jika itu berarti tidak selalu mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh lingkungan sekitarnya.
Kisah Biru menjadi inspirasi bagi ikan-ikan cupang lain di kolam tersebut. Banyak yang akhirnya menyadari bahwa perkelahian dan persaingan bukanlah satu-satunya cara untuk hidup. Mereka mulai menghargai keunikan dan perbedaan satu sama lain, menciptakan kolam yang damai dan harmonis.
Sejak saat itu, kolam itu menjadi tempat yang indah dan menyenangkan bagi semua ikan cupang. Dan dalam cerita tersebut, kehidupan damai dan bahagia itulah yang sesungguhnya menjadi kemenangan sejati bagi Biru.