Musim kemarau panjang sekali. Hutan- hutan gundul, pohon-pohon meranggas, sungai kering kerontang. Tak ada makanan sedikit pun. Kelaparan di mana-mana. Banyak binatang yang lemas dan mati karena kehausan dan kelaparan.
Konon ada seekor Musang yang tubuhnya sangat lemas. Beberapa hari ia tidak menemukan makanan. Walaupun lemas, ia memaksakan diri berjalan ke sana kemari mencari makanan.
“Sudah berhari-hari aku mencari makanan, tetapi tak ada makanan sedikit pun kutemukan. Ah, nasib,” kata Musang itu mengeluh.
Panas terik membuat tubuhnya tak berdaya. Dengan sisa tenaganya ia tetap melangkahkan kakinya pelan-pelan. Akhirnya, sampailah sang Musang di hutan belantara.
“Oh, ada bangunan!” kata Musang terkejut. Matanya tak lepas mengawasi bangunan itu. Ada harapan untuk mendapatkan makanan karena kelihatannya bangunan itu tempat menyimpan makanan. Ada pula kecemasan kalau-kalau apa yang diharapkan tidak menjadi kenyataan. Berkat ketajaman penciumannya, Musang itu akhirnya tahu kalau bangunan tersebut memang gudang makanan. Air liurnya meleleh karena membayangkan nikmatnya makanan. Walaupun tubuhnya sangat lemas, ia masih berusaha menumbuhkan keberanian.
Musang berjalan mengelilingi tembok bangunan gudang. Ia mencari lubang supaya bisa masuk. “Wah, ini dia,” kata Musang merasa senang sebab menemukan lubang. Sayangnya lubang itu sangat kecil. Musang memasukkan kepalanya, kemudian badannya.
Musang pun masuk ke ruangan gudang itu. Ia terpana melihat makanan begitu banyak. Ia seperti dalam mimpi saja. Makanannya enak- enak. Musang yang tadinya lemas, semangatnya bangkit kembali. Ia langsung memakan semua daging dan ikan yang ada di situ.
“Ah, nikmat sekali hidup ini. Banyak sekali makanan di sekelilingku. Sampai kapan aku bisa hidup seenak ini?” gumam Musang itu sambil mulutnya tidak berhenti mengunyah.
Musang itu terus saja makan. Ia ingin menghabiskan semua makanan yang ada di gudang itu.
“Aku tidak peduli siapa pemilik gudang makanan ini. Pokoknya semuanya akan kuhabiskan. Ha ha ha … ha ha ha,” kata Musang itu kegirangan.
Tiba-tiba saja pintu terbuka. Sang Musang sangat terkejut sebab semuanya di luar perhitungannya. Yang datang adalah seorang manusia tinggi besar. Manusia itu berdiri di depan pintu mengawasi ke dalam gudang.
Pemilik gudang sangat marah melihat makanannya berantakan. Dia mencari-cari siapa yang melakukan semua itu.
“Hai, siapa yang mengobrak-abrik gudangku?”
Tak ada jawaban. Keadaan dalam ruangan sunyi. Pemilik gudang bertambah marah.
“Cepat ke luar! Tunjukkan batang hidungmu!” teriak pemilik gudang sambil mengamati ruangan.
Di sudut yang agak gelap ia melihat suatu benda yang mencurigakan. Warnanya kehitam- hitaman. Dengan mengendap-endap pemilik gudang mendekati benda yang dicurigainya itu.
“Hah, seekor musang?” kata pemilik gudang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pemilik gudang mengejar Musang sambil membawa kayu. Musang teringat akan lubang yang semula dilewatinya. Ia berlari ke lubang itu dan memasukkan kepalanya. Kepala Musang itu masuk, tetapi tubuhnya tidak karena perutnya telah membesar. Pemilik gudang telah berdiri di hadapan Musang.
“Sekarang apa dayamu?” sentak pemilik gudang.
Pemilik gudang menangkap sang Musang. Musang itu pun tak dapat berbuat apa-apa. Akhirnya, sang Musang dikurung oleh pemilik gudang dan menjadi binatang peliharaannya.
Penulis : Atisah Penyunting : Dony Setiawan Ilustrator : EorG
Penata Letak: Asep Lukman Arif Hidayat
Diterbitkan ulang pada tahun 2017 oleh:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun Jakarta Timur