Oleh Masdari Ahmad
Kata Mulawarman sudah tidak asing lagi di Kalimantan Timur khususnya, dan daerah luar umumnya. Tak lain karena nama ini diberikan untuk Kodam IX Kalimantan Timur, sedang di daerah luar di Kalimantan Selatan dipakai untuk nama sebuah perkam- pungan pelajar. Bagi para pelajar sendiri tentunya nama itu dikenal dalam pelajaran sejarah.
Dihubungkan dengan sejarah, maka setelah Mulawarman mau tak mau akan kita temukan pula kata Muara Kaman. Yang terakhir ini mungkin kurang dikenal, karena itu hanya nama sebuah kota kecil, ibu kota kecamatan yang senama dengan kotanya, terletak di tepi Sungai Mahakam, kurang lebih 120 km di hulu Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai.
Muara Kaman inilah tercatat dalam sejarah sebagai tempat se- buah kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang bernama Kerajaan Mulawarman. Tetapi bukanlah maksud tulisan ini untuk meng- uraikan sejarah Mulawarman itu, melainkan sekedar menggali suatu peristiwa yang menjadi populer di kalangan rakyat, sebagai cerita rakyat dari mulut ke mulut, sesuai dengan peninggalan abadi yang masih ada hingga kini, walau belum dapat dipertanggung- jawabkan kebenaran sejarahnya.
Kita mulai dengan andaikan anda mengadakan perjalanan de- ngan menumpang kapal, lalu singgah di pelabuhan kantor Camat Muara Kaman. Di belakang kantor yang menghadap ke Sungai Mahakam itu atau jelasnya di belakang kota Muara Kaman itu sen- diri ada daerah yang disebut Danau Lipan. Anda mungkin akan terheran-heran, karena yang disebut danau itu hanyalah berupa padang luas yang ditumbuhi semak dan perdu. Tapi memang padang itulah yang disebut Danau Lipan. Jadi jangan berpayah- payah mencari danau seumpama Danau Toba, Tondano, atau Da- nau Jepang.
Baca juga : Cara Menulis Pidato
Dahulu kala kota Muara Kaman dan sekitarnya merupakan lautan. Tepi lautnya ketika itu ialah di Berubus, kampung Muara Kaman Ulu, yang dikenal juga oleh penduduk sekarang sebagai Benua Lawas. Di Benua Lawas inilah tempat kerajaannya. Karena terletak di tepi laut, jadilah kerajaan itu sebuah bandar yang ramai dikunjungi.
Terkenallah pada masa itu di kerajaan tersebut seorang putr i yang cantik jelita. Sang putr i bernama PutrI Aji Bedarah Putih. la diberi nama demikian tak lain karena bila sang putrì ini makan sirih, dan menelan air sepahnya, maka tampaklah air sirih yang merah itu mengalir melalui kerongkongannya.
Kejelitaan dan keanehan Putr i Aji Bedarah Putih ini terdengar pula oleh seorang Raja Cina yang segera berangkat dengan Jung besar beserta bala tentaranya dan berlabuh di laut depan istana Aji Bedarah Putih. Raja Cina pun segera naik ke darat untuk me- lamar Putr i Jelita.
Sebelum Raja Cina menyampaikan pinangannya, oleh Sang Putrì terlebih dahulu raja itu dijamu dengan santapan bersama. Tapi malang bagi Raja Cina, ia tidak mengetahui bahwa ia tengah diuji oleh Putrì yang tidak saja cantik jelita, tapi juga sakti dan bijaksana. Tengah makan dalam jamuan itu, putr i merasa jijik me- lihat kejorokan bersantap dari si tamu. Raja Cina itu ternyata ma- kan dengan menyosop, tidak mempergunakan tangan melainkan langsung dengan mulut, seperti anjing. Betapa jijiknya Putr i Aji Bedarah Putih dan ia pun merasa tersinggung, seolah-olah Raja Cina itu tidak menghormati dirinya di samping jelas tidak dapat menyesuaikan diri. Ketika selesai santap dan lamaran Raja Cina diajukan, serta merta Sang Putr i menolak dengan penuh murka sambil berkata, “Betapalah hinanya seorang putr i berjodoh dengan manusia yang cara makannya saja menyosop seperti anjing.”
Baca juga : Cara Membuat Cerita Anak yang Mendidik
Penghinaan yang luar biasa itu tentu saja membangkitkan ke- marahan luar biasa pula pada Raja Cina itu. Sudah lamarannya ditolak mentah-mentah, hinaan pula yang diterima. Karena sangat malu dan murkanya, tak ada jalan lain selain ditebus dengan segala kekerasan untuk menundukkan Putr i Aji Bedarah Putih. Ia pun se- gera menuju ke Jungnya untuk kembali dengan segenap bala ten- tara yang kuat guna menghancurkan kerajaan dan menawan Putri.
Perang dahsyat pun terjadilah antara bala tentara Cina yang datang bagai gelombang pasang dari laut menyerbu bala tentara Aji Bedarah Putih.
Ternyata tentara Aji Bedarah Putih tidak dapat menangkis ser- buan bala tentara Cina yang mengamuk dengan garangnya. Putr i yang menyaksikan jalannya pertempuran yang tak seimbang itu
merasa sedih bercampur geram. la telah membayangkan, bahwa peperangan itu akan dimenangkan oleh tentara Cina. Karena itu timbullah kemurkaannya.
Putri pun segera makan sirih seraya berucap, “Kalau benar aku ini tutus raja sakti, maka jadilah sepah-sepahku ini lipan-lipan yang dapat memusnakan Raja Cina beserta seluruh bala tentaranya.” Selesai berkata demikian, disemburkannyalah sepah dari mulutnya ke arah peperangan yang tengah berkecamuk itu. Dengan sekejap mata sepah sirih putri tadi berubah menjadi beribu-ribu ekor lipan yang besar-besar, lalu dengan bengisnya menyerang bala tentara Cina yang sedang mengamuk.
Bala tentara Cina yang berperang dengan gagah perkasa itu satu demi satu dibinasakan. Tentara yang mengetahui serangan lipan yang tak terlawan itu, segera lari lintang-pukang ke Jungnya. De- mikian pula Sang Raja. Mereka bermaksud akan segera mening- galkan Muara Kaman dengan lipannya yang dahsyat itu, tetapi ternyata mereka tidak diberi kesempatan oleh lipan-lipan untuk meninggalkan Muara Kaman hidup-hidup. Karena lipan-lipan itu telah diucap untuk membinasakan Raja dan Balatentara Cina, maka dengan bergelombang mereka menyerbu terus sampai ke Jung Cina. Raja dan segenap balatentara Cina tak dapat berkisar ke mana pun lagi dan akhirnya mereka musnah semuanya. Jung mereka ditenggelamkan juga.
Sementara itu Aji Bedarah Putih segera hilang dengan gaib, entah ke mana dan bersamaan dengan gaibnya putri, maka gaib pulalah Sumur Air Berani, sebagai kekuatan tenaga sakti kerajaan itu. Tempat Jung Raja Cina yang tenggelam dan lautnya yang ke- mudian mendangkal menjadi suatu daratan dengan padang luas itulah yang kemudian disebut hingga sekarang dengan nama Danau Lipan.
Baca juga : Biografi Mark Zuckerberg
Danau Lipan yang kini tidak lebih dari suatu padang luas de- ngan alur-alur air di sana sini, baru akan terlihat wajahnya sebagai danau, bila tiba musim air pasang besar atau banjir. Karena semua tumbuhan semak dan perdu di padang itu tenggelam di bawah per- mukaan air, maka sejauh mata memandang hanyalah air dan Kota Muara Kaman yang dapat terlihat bagaikan kembali ke kisah masa dahulu ketika kota itu terlihat benar-benar terapung di atas lautan. Cerita Danau Lipan dengan Aji Bedarah Putihnya itu masih tetap hidup di kalangan penduduk Muara Kaman sekarang. Sayangnya
hingga pena mencecah kertas dalam penyusunan cerita rakyat ini, masih belum terdengar rencana penyelidikan sejarah perihal ke- rajaan itu.
Sekitar tahun lima puluhan di Danau Lipan itu pernah ditemu- kan penduduk setempat rantai besi dalam ukuran besar yang di- duga rantai dari Jung Raja Cina yang tenggelam itu. Dalam tahun enam puluhan, salah seorang penduduk kampung Muara Kaman Ilir di kala menyiangi halaman belakang rumahnya melihat seekor lipan melintas di depannya. Lipan yang amat besar, lebar badan- nya seukuran sekeping papan (k.l. 20 cm), sedang panjang badan- nya lebih dari 1 meter. Sementara lipan itu lenyap ke semak-se- mak, orang tadi kagum tak dapat berkutik dan setelah itu selama tiga hari ia menderita demam sawan. Apakah lipan itu salah satu dari tentara Aji Bedarah Putih, wallahualam.
Sumber : Dewan Redaksi Penerbitan Kutai, Balai Pustaka