Dahulu daerah nunusaku merupakan pusat kegiatan pulau seram yang biasa juga disebut nusa ina. Penduduknya mulai tersebar ketempat-tempat lain yang dipimpin olah orang kapitan. Mereka berempat bermusyawarah untuk menyepakati tujuan arah pengembaraannya. Sasaran mereka yaitu akan mengilir sepanjang sungai talasebab sungai ini memilki banyak kekayaan alam.
Persiapan temasuk segala perbekalan dalam perjalanan dikemas cepat. Sebagaimana biasa upacara adat pun diadakan sebelum mengadakan perjalanan yaitu dengan berjalan kaki kenegri watui. Disana mereka mulai mengerjakan sebuah rakit (gusepa)yang dibuat dari batang bilah-bilah bambu. Rakit ini dipakai untuk menghilir sungai tala.berbeda dengan air laut, air yang terdapat didaratan yaitu air air didalam tanah dan air disungai, semuanya berasal dri air hujan. Air ini rasanya tidak asin. Disamping kekayaan alam, sungai tala ini terkenal juga dengan keganasan dan terdapat banyak batu-batu besar disepanjang alirannya.
Pelayaran pun dimulai dan sebagai pemimipinnya adalah kapitan nunusaku yang juga merupakan besar dari tiga batang turunan moyang patola. Kemudian, moyang inilah yang akan menjadi moyang dari mata rumah wattimena wael di Mahariki. Harta milik kapitan dibawahnya dan lupa pula seekor burung nuri atau burung kasturi raja. Sayang ditinggalkan karna nuri berwarna terang.apalagi nuri menyukai hiruk-pikuk dan suka berkelompo, jadi cocok dibawa dalam perjalanan. Selain itu nuri mereka juga membawa pinang putih yang diletakkan dalam sirih pinang.
Di belakang kemudi duduk kapitan yang akan menjadi moyang dari mata rumah Wattimury. Di tengah rakit adalh kapitan yang akan menjadi moyang nanlohy. Di belakang sebelah kanan duduk kapitan yang akan menjadi nenek moyang Talakua.
Kapitan Nanlohy ditunjuk untuk menjaga harta milik mereka. Di dalam hukum adat ia brtindak sebagai kepala dati yang akan menentukan pembagian-pembagian baik milik pribadi maupun milik bersama.oleh sebab itu semua harta dan perbekalan diletakan ditengah rakit berdekatan dengan kapitan Nanlohy.
Peleyaran dimulai dan mereka berempat hanyut dengan rakit karena kekuatan air yang mengalir turun menuju Tala. Begitu tiba ditempat yang disebut batu Pamali\rakit mereka kandas dan hampir terbalik. Kapitan Wattimena wael terkejut dan berteriak kepada kapitan yang berada didekatnya, “Talakuang!” yang artinya’tikam tahan gusepa’.dengan demikian, kapitan yang mendapatkan tugas tersebut dinamakan “Talakua”yang kemudian menjadi moyang dari mata rumah Talakua di negri portho hingga kini.
Ketika rakit hampir terbalik,Kapitan Wattimena Wael sementara membuka tempat sirih pinangnya untuk makan, tetapi tib-tiba jatuh. Pada saat yang sama burung nuri pun terbang.kejadian ini sangat mengecewakan kapitan dan langsung mengucapkan dan mengikrarkan sumpah yang merupakan pantangan bagi mata rumah Wattimena Wael dan para menantu tidak boleh memelihara burung nuri dan memakan sirih pinang. Kemudian Batu yang ada di sungai tersebut dinamakan batu pamali hingga sekarang.
Perjalanan pun dilanjutkan hingga tiba di Tala. Di san amereka membuat perjanjian dengan menanam sebuah batu perjanjiandan dinamakan manuhurui kemudian berubah huse. Perjanjian yang mereka ingkarkan ialah walaupun nanti bercerai berai hubungan persaudaraan yang terbina selama ini haruslah dipertahankan. Selain itu pula mereka hrus saling tolong menolong dalam segala hal, kunjug mengunjungi satu dengan yang lain. Tempat ini kemudian suatu batu pertanda kenangan-kenangan dari negri Mahariki, Amahai, Luhu,dan Portho.
Beberapa hari kemudian selesai proses perjanjian, Kapita Wattmena Wael dan Kapitan Wattimury sedang tidur, ketika itu pula Ketika itu Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakuanaik keatas rakit untuk bermain-main. Tetapi rakit itu hanyut terbawa arus semakin jauh dari tengah lau. Wattimury terbangun dan melambaikan tangan melihat rakit mereka hanyut bersama Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua yang terkatung-katung di tanjung Hualoi. Kapitan Nanlohy membalas lambaian tangan kedua kapitan yang ada di daratan tetapi mereka tidak bisa kembalil. Niat untuk berenang kembali kedarat tidak tercapai jarena letih dan tak mampu berenang melawan arus. Selanjutnya mereka terdampar ditempat yang bernama Nanuluhu yang berarti ‘berenang dan terdampar di Hulu’.
Selanjutnya, Kapitan Talakua sendiri terus hanyut terbawa arus hingga melewati Tanjung Uneputty. Pelayaran hanyut ini akhirnya terdampar juga pada suatu teluk dipulau saparua. Disana dibangunnya negri yang diberi nama portho. Hal ini didengar oleh Kapitan Nanlohy dan beliau pun pun pindah dari Luhu ke Portho. Untuk hidup bersama.
Keadaan Kapitan Wattimena Wael dan Wattimury tetap mendiami daerah Manuhurui di kampun sanuhu. Mereka hidup saling mengasihi dan banyak sahabatnya, antara lain kapitan kampung tersebut. Kapitan ini kemudian dijadikan pengintai oleh Kapitan Wattimena Wael. Suatu ketika kedua kapitan mendengar berita dari pengintai bahwa ada kapitan dari gunung sembilan bersama laskarnya. Mereka sedang menuju negeri di mana kedua kapitan berada dengan tujuan akan membunuh. Kedua kapitan bersiap-siap untuk menantang musu apabila mereka diserang. Namun hal ini tidak terjadi karena ternyata lawannya tidak ada.
Di tempat persembunyian mereka yang sangat aman tetapi tak ada air. Tiba-tiba kapitan Watimena Wael berdiri mengambil tombak dan langsung ditancapkan ke tanah. Saat itu pula mencuatlah air dari dalam tanah. Dengan demikian mereka boleh makan dan minum banyak sekenyang-kenyangnya. Oleh karena itu tempat itu diberi nama “Hule” (‘kekenyangan’).
Kemudian, kedua kapitan ingin melanjutkan perjalanan membuka daerah baru. Penduduk di kampung tersebut tak rela melepaskan kedua kapitan. Tetapi, karena kedua kapitan berkeras hati, akhirnya mereka dilepaskan juga. Sebelum berpisah mereka saling berjanji untuk saling membantu dan mengujungi.
Perjalanan pun dilanjutkan ke arah sepanjang Seram Selatan hingga ke bagian timur tempat yang bernama Boboth. Walau pun hari hampir malam, mereka belum juga mendapatkan tempat yang baik. Mereka pun kembali ke selatan dan tiba-tiba Kapitan Wattimuri diajak berhenti oleh Kapitan WattimenaWael sambil berkata, “Di sini kita berhenti dan akan membuat suluh (lobe), kemuduian kita akan melanjutkan prjalanan. Tempat dimana suluh itu padam disitulah kita akan membangun. “ Kapitan Wattimuri segera memebuat suluh besar dan mereka langsung berjalan. Ketika suluh itu padam mereka behenti dan mendirikan kediaman mereka yang disebut “Japisuru” atau “Api Lobe”. Nama ini kemudian diganti dengan nama Mahariki.
Beberapa lama kemudian Kapitan Waimuri minta diri unuk pindah. Tempat yang akan dituju jauhnya kira-kira 7km dari Japisuru. Selanjutnya tempat ini diberi nama “Amahai”. Akhirnya nama ini berupa pula mejadi “Ruta’ hingga kini