Kintaro

Pada jaman dahulu, di tengah gunung Ashigara hiduplah seorang anak laki-laki yang penuh semangat.

Anak laki-laki ini bernama Kintaro. Ia kuat sejak lahir. Begitu kuatnya sampai-sampai ia bisa menarik tali yang diikat di lesung dan menggerakkan lesung berat itu sambil merangkak.

Ketika Kintaro mulai bisa berjalan, ibunya menjahitkan rompi berwarna merah untuk Kintaro.

Rompi itu besar dan masih terlalu longgar bagi Kintaro. Tapi itu disengaja karena ibunya ingin agar Kintaro tumbuh dengan cepat supaya rompi itu sesuai untuk Kintaro.

Kintaro menjadi teman dan sahabat yang menyenangkan. Temannya adalah binatang-binatang gunung, misalnya kelinci, monyet, dan lain-lain. Semuanya menjadi sangat suka pada Kintaro.

Setiap hari Kintaro pergi ke gunung untuk berkumpul dan bermain dengan binatang-binatang itu.

“Mari kita main kejar-kejaran sampai ke gunung sana.” “Hup! Hup! Hup!”

Hari ini mereka bermain kejar-kejaran, keesokan harinya bermain gulat.

“Hakkeyoi! Ayo! Ayo!”

Walaupun bergulat melawan binatang, tidak ada lawan yang setanding bagi Kintaro.

“Ayo! Ayo! Kintaro menang lagi!”

Kintaro   tumbuh   besar   dengan   cepat,   tanpa   disadari rompinya menjadi cocok di tubuhnya.

Pada suatu hari, ibunya yang mengerti bahwa Kintaro sudah sangat kuat memberinya sebuah kapak besar.

Musang   yang   nakal datang tempat   Kintaro  yang ke membawa kapak besar.

“Kintaro,     bolehkah     aku     membawanya….     E-e-e… adu-du-duuuh!”

Musang   membawa   kapak   besar,  tetapi   ia   langsung terhuyung-huyung dan jungkir balik.

Sementara Kintaro bisa berjalan sambil memikul kapak besar di atas bahunya dengan mudah.

Tibalah musim gugur.

Kintaro dan binatang-binatang itu berangkat mencari buah kastanye ke gunung seberang.

“Wah, jembatannya tidak ada!”

Apakah jembatan itu jatuh karena badai? Sekarang tak ada lagi jembatan yang menghubungkan dua tebing.

“Baik, kalau begitu mari kita jatuhkan pohon ini dan kita jadikan jembatan.”

Kintaro mencoba menjatuhkan pohon besar yang tumbuh di dekatnya.

“Satu-dua-ti…!”

“Ayo Kintaro! Ayo terus!” “Ga!!”

Akhirnya ia berhasil menjatuhkan pohon itu dan membuat jembatan. Lalu mereka semua maju menyeberangi jembatan itu sedikit demi sedikit.

“Hei, tunggu sebentar. Jangan menginjak ulat ya.”

Kintaro   hendak   menolong   ulat   yang   merambat   di

permukaan pohon. Hati Kintaro baik dan tubuhnya juga kuat.

Kintaro memang baik hati terhadap siapapun, walaupun itu hanya seekor ulat.

Kintaro dan teman-temannya asyik mencari kastanye.

Tanpa mereka sadari, mereka telah sampai di gunung  yang

menurut kabar ditinggali oleh beruang yang kasar dan buas.

Di batang pohon kastanye yang besar, ada bekas kuku beruang.

Binatang-binatang sahabat Kintaro pun mulai menggigil gemetar.

“Uwoooooo!!!” terdengar suara beruang. “Hiyaaaaa!!! Ada beruang! Bagaimana ini?” “Mari kita lari, Kintaro!”

Binatang-binatang itu berlari tercerai-berai. Beruang itu telah sampai di depan mata. Tetapi Kintaro tenang-tenang saja. “Siapakah yang merusak gunungku? Takkan kulepaskan!” “Hei, beruang! Akulah lawanmu. Ayo kemari!”

Beruang dan Kintaro saling mengunci. “Grragh, grragh, grraaaagh!” “Hmmph, hmmmph!”

Akhirnya, Kintaro berhasil mengangkat beruang dengan

kedua tangannya.   Lalu melemparkannya   ke   udara,   lantas menangkapnya kuat-kuat dengan kedua belah tangannya. “Horeeeee! Kintaro menang!”

Kintaro pun menjadi teman beruang yang paling kasar dan buas di dalam gunung itu, lalu bersama binatang-binatang sahabatnya ia pulang ke rumah tempat Ibunya menunggu.

Setelah dewasa, Kintaro pergi ke kota dan menjadi prajurit yang sangat kuat. Ia dikenal dengan nama Sakata Kintoki. Kisah ini adalah kisah saat Sakata Kintoki masih kecil.

Berdiri sejak 2017, Busa Pustaka hingga saat ini telah memberikan akses baca hingga ribuan anak di Provinsi Lampung. Berawal dari tak sampai sepuluh buku dan saat ini memiliki koleksi ribuan buku anak yang terus ingin ditambah demi memfasilitasi banyak anak membaca.

Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

Scroll to Top