Dahulu kala di daerah ini ada sebuah kerajaan bernama Negeri Alas. Raja yang memerintah memang bijak dan adil. Di samping rakyat yang dipimpinnya juga antusias dan setia terhadap raja, sehingga negeri ini makmur, aman dan sentausa, Tapi sayang sang Raja belum juga mempunyai keturunan. Merasakan keadaan semacam ini tentu saja hati permaisuri bersedih hati, sementara adiknya sang Raja sudah punya keturunan. Sekalipun demikian Raja tetap menerima dengan ikhlas dan mengajak kepada permaisurinya bersabar. Sebenarnya Sang Raja sendiri bersedih hati, tetapi sama sekali kesedihannya itu tidak ditampakkan,- sehingga dia tetap berusaha keras ke sana kemari, bahkan semua tabib didatangkan perlu mengobati, tetapi hasilnya masih belum ada.
Raja yang sedang diselimuti kesedihan bersama permaisurinya itu tetap berusaha menghibur permaisuri itu, tetapi dia hanya diam saja, hingga Raja berkata hampir putus asa. Problem semacam ini sebenarnya masih bisa kita tempuh, tetapi masih belum saya lakukan. Apa itu Mas, katakanlah kepadaku, tanya Permaisuri.
Aku bernadzar untuk mendapatkan anak laki-laki. Asal ada anak laki-laki itu, biarlah aku meninggal dunia sebelum aku merasakan serta menikmati sebagai ayah kata Raja itu. Cuma niat yang ini belum saya ucapkan selama ini. Demi untuk mendapatkan keturunan dan meneruskan tahta kerajaan, maka niat itu saya ucapkan hari ini kata Raja. Akhirnya dengan niat yang suci dan penuh kekhusyu’an Raja mengucapkan niat itu. Lebih kurang satu bulan setelah Raja mengucapkan niatnya itu, tiba-tiba permaisurinya mengandung. Berita kehamilan itu terdengar semua orang-orang disekitar kerajaan, sehingga rakyatpun ikut bergembira dengan kabar tersebut.
Akhirnya bayi yang dikandungnya lahir dalam keadaan selamat. Lahir bayi laki dalam keadaan sehat dan tampan, sehingga Permaisuri merasa bahagia. Demikian juga Raja bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Setiap saat, bayi yang lucu itu selalu ditimang-timang dengan penuh kegembiraan.
Dalam rangka menyambut kelahiran bayi laki-laki yang tampan itu, lalu diberi nama dan diadakan pesta besar-besaran. Semua penduduk sekitar diundangnya. Demikian juga kerajaan tetangga. Bahkan yang diundangnya juga semua binatang yang ada di darat dan di laut, juga semua makhluk halus dari berbagai penjuru ikut turut diundang dan hadir dalam rangka menyaksikan pemberian nama anak sang Raja. Nama yang diberikan kepada anak laki-laki tampan itu, ialah ; AMAD MUDE.
Dalam waktu beberapa hari pesta besar-besaran sudah selesai, kemudian Raja mulai sakit-sakitan. Badannya terasa lemas dan sering juga lelah. Keadan semacam ini dikatakan kepada istrinya. Raja berkata, “Kamu tentu ingat nadzarku dulu yang pernah kuucapkan sebelum kau mengandung. “Dengan perkataan Raja itu, lalu Permaisurinya langsung ingat, sehingga kesedihan menyelimuti hatinya. Keadaan kesehatan semakin hari semakin memburuk, hingga akhirnya Raja itu meninggal dunia. Orang-orang yang ada dalam kerajaan, maupun penduduk negeri ikut berduka cita yang mendalam. Sebagai ganti, maka diangkatlah pamannya Amad Mude, karena dia masih kecil untuk melangsungkan urusan kerajaan. Setelah beberapa bulan berkuasa pamannya itu, lalu Amad Mude bersama Permaisuri di pindah ke ruang belakang dengan alasan, bahwa dia sering menangis, sehingga mengganggu saat acara penting yang berlangsung di kerajaan.
Memang pamannya yang meneruskan tahta kerajaan itu punya tipu muslihat, sehingga suatu hari dia memerintahkan kepada para petugas untuk mengantarkan Permaisuri dan anaknya ke tengah hutan. Sebenarnya hal ini tidak dilakukan oleh petugas tadi, karena mengingat jasa baik ayahnya Amad Mude yang telah meninggal dunia. Tapi saya tidak bisa berbuat kata petugas. Seandainya saya tidak bersedia mengantarkan Permaisuri bersama anaknya, maka saya harus menerima hukuman yang berat. Permaisuri bersama anaknya yang masih kecil itu berdiam di tengah hutan sambil berbekal apa adanya.
Dalam jangka waktu yang agak lama Amad Mude sudah berumur delapan tahun, dengan lucunya Permaisuri melihatnya. Setiap pagi dia memancing di kali alas. Setelah dia mengumpankan pancingnya dengan saat yang singkat mendapat ikan yang besar, hingga dia mendapatkan lima ekor ikan yang besar, kemudian dia pulang. Setiba di rumah ikan lima itu diserahkan kepada ibunya. Ibunya dengan riang gembira, karena Amad yang masih kecil itu sudah bisa memancing. Lima ikan yang besar itu tidak mungkin habis dimakan, sehingga dia punya rencana ikan itu akan dijual. Dijualnya beberapa ekor ikan besar itu ke salah satu kampung. Boleh dibeli dengan uang, ditukar dengan bahan makanan atau barang-barang keperluan lainnya. Setiba di suatu kampung tiba-tiba bertemu dengan pedagang yang kaya raya yang pernah menjadi sahabat suaminya dulu. Permaisuri itu diajak ke rumah saudagar yang kaya raya itu. Sampai di rumah saudagar itu lalu istrinya disuruh menyambut dengan baik dengan memberinya makanan serta pakaian sebagai ganti. Saat berlangsungnya makan istri saudagar berbincang-bincang dengan Permaisuri, sehingga mengetahui nasib yang sedang menimpa Permaisuri dan anaknya.
Ikan yang telah dibeli saudagar itu lalu dipotong istrinya, sementara istri saudagar dalam keadaan heran, karena pisau tidak bisa membela perut ikan itu. Akhirnya perut ikan bisa dibela, tetapi melihat keanehan lagi, yaitu telur ikan yang kuning-kuning, tetapi keras. Dengan keanehan ini, lalu suaminya dipanggil untuk menyaksikan telur ikan yang keras itu. Setelah diperhatikan dengan sungguh, maka saudagar kaya itu mengatakan, bahwa ini emas mumi, tapi berbentuk telur ikan. Permaisuri diberinya bekal yang cukup untuk keperluan dia bersama anaknya, bahkan saudagar itu berencana membangunkan sebuah rumah untuk tempat tinggal Permaisuri bersama anaknya.
Hari menjelang petang Permaisuri minta izin pulang dan mengucapkan ribuan terimakasih atas perhatiannya yang diberikan kepadanya. Dalam jangka beberapa hari para tukang sibuk mengerjakan rumah atas perintah saudagar kaya itu. Hingga rumah itu selesai dan akhirnya dihuni oleh Permaisuri dan anaknya. Kini mereka berdua tinggal di rumah yang bagus, bersih, sebagaimana hari-hari kejayaannya. Amat Mude seperti halnya hari-hari sebelumnya, bahwa dia setiap hari pergi ke sungai Alas perlu memancing. Setiap kali memancing dia mendapatkan ikan yang besar, tetapi tidak dijual, melainkan untuk keperluan Permaisuri dan dirinya. Ikan-ikan itu ada yang bertelur emas. Telur itu selalu dikumpulkan hingga sampai banyak.
Hubungan antara Amad, Permaisuri bersama pedagang itu semakin harmonis dan erat sekali, sehingga di antara keduanya saling mengunjungi.
Roda kehidupan selalu berputar, tidak menyangka Permaisuri bersama anaknya yang mengalami nasib malang itu ternyata kini menjadi orang kaya. Berita ini sempat didengar pamannya yang menjadi raja muda itu.
Suatu saat Amad dan Permaisuri itu dipanggil menghadap raja muda. Sampai di istana, Raja Muda memerintahkan kepada Amad agar pergi ke tengah laut perlu memetik kelapa gading. Buah kelapa itu sebagai obat istri sang Raja yang sedang sakit.
Raja berkata. “Seandainya kamu tidak sampai.menemukan kelapa gading itu, maka kamu saya hukum mati. Tega betul Raja itu kepada keponakannya sendiri. Perintah itu dijalani oleh Amad Mude, akhirnya sampai ke tepi pantai, tiba-tiba muncullah ikan besar bernama Singgang Raye. Ikan itu disamping juga raja buaya serta seekor Naga besar. Di antara hewan-hewan itulah yang akan mengantarkan Amad Mude menyeberang menuju suatu pulau untuk mengambil kelapa gading yang masih muda. Ternyata hewan-hewan yang membantu Amad itu turut hadir undangan saat pesta pemberian nama Amad Mude. Sebelum kakinya dilangkahkan ke daratan, seekor naga besar itu memberikan cincin ajaib. Cincin itu membawa khasiat, yaitu bisa meminta apa yang sedang diinginkan. Setiba di pulau Amad langsung memetik kelapa gading yang masih muda itu, dan seketika mendengar suara pelan menegur. Suara itu adalah suara Putri Niwer Gading. Perkataannya, yaitu siapa saja yang bisa memetik kelapa gading itu, berarti suamiku.
Dengan perjalanan yang singkat, lalu diadakan pesta perkawinan antara Amad Mude dengan Putri Niwer Gading. Setelah pesta pernikahan selesai, lalu mengantarkan kelapa gading muda itu ke istana Raja Muda. Setelah kelapa itu diserahkan pamannya, lalu Amad minta izin. Dengan tercengang Raja Muda tersebut semakin berfikir, sehingga tumbuh kesadaran, bahwa keponakannya itu memang baik, tetapi yang selama ini curang adalah dirinya sendiri. Untuk itu suatu saat datang ke rumah Amad Mude dan disana dia musyawarah dengan Mude dan ibunya. Dengan penuh kesadaran, bahwa Raja Muda itu mengalihkan kedudukannya kepada keponakannya, karena memang dialah yang berhak meneruskan tahta kerajaan. Dengan demikian Amad Mude dinobatkan sebagai raja. Memang kebaikan yang dilakukan dengan tulus akan mampu mengalahkan kecurangan, sekalipun posisinya dalam keadaan kuat.