Cita cita Tinggi

Di Desa Cengal, Kuningan Jawa Barat, Ada tiga orang anak. yang bernama Udin, Nana, dan Edi. Udin adalah seorang yatim piatu, ia ditinggal ayahnya saat masih SD. Setelah lulus dari SMP, Udin dan Nana melanjutkan sekolah menuju jenjang SMA.

Karena desa mereka tidak ada SMA, maka mereka melanjutkan sekolah di SMA yang sangat jauh dari tempat tinggal mereka. Mereka harus menempuh perjalanan sekitar 50 km untuk sampai kesekolahan tersebut

Karena alasan jauhnya sekolah maka mereka memutuskan untuk mengontrak sebuah kosan yang jaraknya dekat dengan sekolah. Mereka mendaftar sekolah sendiri. Saat hari pertama masuk, mereka bertemu anak yang bernama Edi. Dari situlah awal persahabatan mereka.

Motivasi

Suatu sore, mereka bertiga bersama guru sastra dan teman-temannya, berkumpul di lapangan. Di sana guru mereka, Pak Abdullah, mengajarkan cara membuat kalimat yang indah. Salah satu kalimat yang tertanam di dalam pikiran mereka bertiga adalah kalimat.

“Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di atas almamater suci tiada tara Sorbonne. Ikuti jejak-jejak Sartre, Louis Pasteur, Montesquieu, dan Voltaire. Di sanalah orang belajar science, sastra dan seni hingga merubah peradaban…”.

Pada saat itulah tertanam motivasi dan harapan besar mereka, yaitu bersekolah ke Prancis! Mereka ingin menginjakkan kaki mereka di Universitas Sorbonne. Harapan dan motivasi itu menghantui mereka setiap hari.

Suatu malam, Udin dan kawan-kawannya berkumpul di teras kos mereka. Di depan kos mereka terdapat sebuah bioskop yang sudah tua. Namun, mereka belum pernah sama sekali masuk ke bioskop tersebut. Mereka takut untuk masuk ke dalam bioskop karena sekolah melarang untuk masuk ke bioskop. Apabila pihak sekolah mendapati salah satu siswa masuk kesana, mereka pasti dihukum.

Dan orang yang menghukum itu tidak lain adalah Pak Dadang, pendiri sekolah tersebut yang terkenal kejam. Ciri khas beliau menghukum, yaitu dengan mempermalukan seorang yang melanggar aturannya di depan umum. Suatu hari, petugas bioskop memasang sebuah poster yang menggambarkan tentang film yang akan diputar. Di poster itu tergambar seorang wanita dengan memakai busana yang minim bersama anjing pudelnya.

Dalam hati mereka, tetap timbul keinginan untuk masuk ke dalam bioskop tersebut. Namun untuk masuk ke dalam sana diperlukan sebuah cara agar pihak sekolah tidak mengetahuinya, karena mereka tahu bahwa aturan bioskop tersebut yakni anak sekolah dilarang masuk.

Saat itu, Edi berada di luar. Ia melihat sekelompok perempuan memakai jilbab masuk kedalam bioskop. Dari perhatiannya itu ternyata mendatangkan sebuah ide, yaitu masuk kedalam bioskop menggunakan jilbab. Ia pun langsung mengatakan kepada Udin dan dan Nana, idenya Edi diterima. Mereka bertiga memakai kerudung, lalu mereka masuk kesana dan upaya mereka berhasil. Akhirnya, mereka masuk di dalam bioskop untuk pertama kalinya.

Tiba-tiba lampu bioskop dimatikan. Tak lama kemudian film pun diputar. Suasana riuh menyelimuti bioskop tersebut. Namun saat adegan puncak, tiba-tiba film dihentikan dan lampu dinyalakan. Mereka bertiga pun kaget dan ternyata disana sudah ada ada Pak Dadang yang sedang berpatroli.

Mereka bertiga akhirnya tertangkap basah, Pak Dadang menghukum mereka dengan ciri khasnya. Setelah dihukum, mereka langsung disuruh pulang. Tidak hanya sampai disitu hukuman bagi meraka. Masih ada hukuman lain dari Pak Dadang yang akan di berikan di sekolah nanti.

Perasaan tidak nyaman menyelimuti mereka. Ternyata benar apa yang mereka duga, mereka dihukum di sekolah. Atas perbuatannya itu, Pak Dadang mengumpulkan seluruh murid dan menghukum mereka bertiga. Mereka disuruh melakukan adegan ulang apa yang mereka tonton. melihat hal tersebut banyak siswa lain yang terpingkal-pingkal melihat adegan mereka.

Saat pembagian rapor, hati Edi dan Nana gelisah tidak karuan. Mereka takut membuat kecewa sang ayah, karena peringkat mereka turun jauh. Tidak lama, Ayah Edi pun datang dengan baju batik. Seperti biasa, beliau mengucapkan salam kepada mereka. Lalu, langsung masuk ke dalam aula. Setelah selesai acara, beliau langsung menepuk punggung mereka berdua dengan halus dan setelah itu pulang.

Ayah Edi memang terkenal pendiam. Edi pun sadar atas kesalahannya dan langsung mengejar ayahnya. dan akhirnya berhasil menyusul ayahnya di atas Jembatan. Saat dia berlari di samping sepeda ayahnya. Sang ayah pun terkejut dan tersenyum. Sebuah senyum lembut yang menyatakan sebuah kebanggaan.

Tak terasa tiga tahun sudah lewat dan mereka sudah lulus, mereka bertiga pergi merantau ke Jakarta  berbekal ijazah SMA dan mencoba mencari pekerjaan. Setelah sekian lama mecari, akhirnya Udin mendapat pekerjaan di sebuah Kantor Pos yang ada di Jakarta dan Edi di Bandung. Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya mereka bertiga bertemu lagi. Setelah itu, Udin mengundurkan diri dari Kantor Pos. Lalu, mereka pulang kampung untuk pertama kalinya. Mereka disambut hangat oleh keluarga di sana.

Berbulan-bulan Udin dan Edi menanti kepastian penguji beasiswa. Saat-saat yang di tunggu datang. Mereka bersama-sama membuka surat itu. Dan, mereka pun terbelalak melihat tulisan Universitas yang menerima mereka. Berulang-ulang, orag tua Nana mengucapkan “Alhamdulillah”.

Udin pun demikian, ia sangat bangga atas hasil yang diraihnya. Namun sepertinya Ia merasa ada yang kurang, karena tidak ada orang tua, karena Ia adalah yatim. Namun demikian indahnya, Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi mereka dan telah menyimak harapan-harapan sepi dalam hati mereka karena di kertas itu tertulis Universitas yang menerima mereka, disana tertulis: Universite de Paris, Sorbonne, Prancis.

sumber : penaungu.com

Berdiri sejak 2017, Busa Pustaka hingga saat ini telah memberikan akses baca hingga ribuan anak di Provinsi Lampung. Berawal dari tak sampai sepuluh buku dan saat ini memiliki koleksi ribuan buku anak yang terus ingin ditambah demi memfasilitasi banyak anak membaca.

Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

Scroll to Top